TEMPO.CO, Yogyakarta - Sutradara Garin Nugroho sempat berkeluh kesah di hadapan sejumlah seniman, budayawan, dosen dan publik menjelang pemutaran film yang digarapnya, Guru Bangsa Tjokroaminoto di Empire XXI, Yogyakarta pada Ahad sore, 12 April 2015. Film tentang sejarah itu menyita segenap waktu dan energi Garin sebagai seorang sineas.
“Ini film yang paling berat saya garap. Ibaratnya, dalam langkah itu seperti separuh napas,” kata Garin yang didampingi sejumlah kru film, termasuk seniman Ong Hari Wahyu yang menjadi production design film tersebut.
Saking beratnya, Garin sempat ingin ‘mutung’. Beberapa kali, Garin berniat mengutarakan keinginan untuk menghentikan semua proses yang sudah digarap bersama timnya.
“Ada momen yang saya rasa enggak kuat. Untunglah ada sahabat yang bilang, jangan pernah pergi dalam proses penciptaan,” kata Garin yang mengenakan kemeja putih.
Betapa tidak berat. Film itu mengisahkan sosok Tjokroaminoto (diperankan Reza Rahardian) yang tenar di telinga publik. Di Yogyakarta salah satunya, nama Tjokroaminoto dikenal karena dibingkai menjadi nama jalan: Jalan HOS Cokroaminoto. Tentu membutuhkan waktu lebih untuk melakukan riset dan membolak-balik sekian referensi.
Ong yang mendampingi Garin selama proses penggarapan film itu menambahkan kepada Tempo, cerita ketokohan Tjokroaminoto yang mendirikan perkumpulan modern bernama Serikat Islam (SI) yang kemudian pecah menjadi SI Hijau dan SI Merah pun, menjadi kendala tersendiri. Sehingga muncul pandangan-pandangan soal sosialis, non sosialis, juga komunis.
Lewat film itu juga dikenalkan orang-orang yang kemudian dikenal melalui ideologinya, seperti Semaoen, Musso, Darsono, Agus Salim, juga Sukarno. Termasuk lagu Internazionale yang dinyanyikan. “Ya berat, karena memutuskan Tjokroaminoto mau diangkat dari sudut pandang mana? Ada risikonya,” kata Ong.
Sejak dirilis 9 April 2015 lalu, menurut Ong, kekhawatiran itu tak terbukti. Seperti saat menonton film berdurasi 2 jam 40 menit itu, Tempo menikmati perdebatan Semaoen dengan Agus Salim yang memperkarakan hal penting dan utama yang harus didahulukan dalam perjuangan SI. Agus Salim mengusung pendidikan, Semaoen mengutamakan pembagian tanah yang adil untuk rakyat. Begitu pula lagu Internazionale yang dinyanyikan dengan riang oleh Semaoen dan kawan-kawannya di dalam gerbong kereta.
Sebagai sahabat, Ong pun berusaha membangkitkan semangat sutradara yang dikenal dengan film-film serius itu. Ong berupaya mengingatkan kembali perjalanan penyutradaraan yang dilakoni Garin selama 30 tahun. Mulai dari Gerbong Satu Dua (1984) hingga Guru Bangsa Tjokroaminoto (2014).
PITO AGUSTIN RUDIANA