TEMPO.CO, Jakarta - Enam puluh tahun lalu, sastrawan asal Amerika Serikat, Richard Wright, terpukau oleh penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Dia mengabadikan momen itu di bagian awal bukunya, The Colour Curtain: A Report on the Bandung Conference.
Kedatangannya ke Indonesia bukan sesuatu yang direncanakan. Di apartemennya di Paris pada suatu sore menjelang Natal 1954, matanya tertumbuk pada suatu berita di koran: sebanyak 29 negara Asia dan Afrika eks koloni akan berkumpul di Bandung untuk membahas masalah rasialisme dan kolonialisme.
Wright terperangah. "Hampir semua pemimpin negara yang bakal bertemu adalah bekas tahanan politik. Mereka yang dianggap underdog ras manusia."
Karena itu, Wright, yang kerap menulis tentang diskriminasi kaum kulit hitam, merasa harus hadir di Bandung. Sebagai persiapan, dia berusaha bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang ada di Eropa. Namun Wright, saat itu 47 tahun, mendapati hal yang mengejutkan. Misalnya saat ia bertemu dengan orang Indonesia yang dia sebut sebagai Mr X, yang dia anggap memiliki pemikiran lebih Barat daripada orang Barat sendiri.
Membaca deskripsi Wright, besar kemungkinan orang itu adalah sastrawan Sutan Takdir Alisjahbana. Sepanjang yang ditulis Wright, terkesan bahwa Mr X tidak terlalu antusias menanggapi rencana perhelatan Konferensi Asia-Afrika.
"Saya resah melihat kelakuan para politikus. Pada saat ini, politik adalah sesuatu yang negatif di negeri saya. Satu-satunya musuh Indonesia sekarang, menurut saya, adalah Indonesia sendiri," tutur Mr X.
Tak hanya menemui Mr X, Wright sempat bertemu dengan tokoh-tokoh nasional yang secara terang-terangan menyatakan tidak bakal menghadiri KAA. Diantar wartawan senior kala itu, Mochtar Lubis, Wright bertamu ke rumah Sutan Sjahrir, pemimpin Partai Sosialis Indonesia, dan Mohammad Natsir, pemimpin Masyumi.
"Tidak. Saya tak akan datang ke Bandung. Saya oposisi. Saya tidak ingin memalukan pemerintahan," ujar Sjahrir sembari tertawa, seperti diceritakan Wright. Adapun Natsir mengatakan kepada Wright bahwa dia tidak setuju bila Asia dan Afrika membentuk sebuah blok ras tersendiri untuk melawan Barat.
TIM TEMPO