TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Deudeuh Alfisahrin menguak bisnis prostitusi online lewat media sosial. Pembunuhnya, Muhammad Prio Santoso, mengenal perempuan 28 tahun itu lewat Twitter. Saat keduanya berhubungan pada Jumat, 10 April 2015, Prio membunuhnya karena tersinggung ucapan Deudeuh yang menyebut tubuhnya bau tak sedap. Koran Tempo menelusuri bisnis prostitusi yang tumbuh seiring koneksi Internet kian meluas tersebut.
Ada dua aturan yang tak boleh dilanggar delapan pelayan cinta yang berhimpun dalam koordinasi Mira: selalu memakai kondom dan tak memakai narkotik. Mira, perempuan 30 tahun yang menjadi germo prostitusi dunia maya sejak 2007, sadar dengan risiko yang mengintai anak buahnya.
Tertular penyakit sangat mungkin karena dalam sehari para angel—sebutan Mira untuk mereka—bersetubuh dengan lima orang berbeda. “Sehabis menstruasi, kami pasti ke dokter. Cek kesehatan, kelamin, minta vitamin dan antivirus,” kata Mira pada Rabu, 15 April 2015.
Karena itu, ucap dia, aturan tak tertulis lain di kalangan mereka adalah tak basa-basi dengan tamu. Apa yang terjadi kepada Deudeuh Alfisahrin, menurut Mira, risiko paling fatal para penyedia jasa kencan lewat Internet. “Setelah Deudeuh, kami cemas. Twitter saya penuh hujatan,” tuturnya. Dia pun memproteksi akun berpengikut 28 ribu itu.
Untuk ajakan kencan di hotel, Mira selalu menyediakan pengawal bagi anak buahnya. Pengawal ini akan mengantar, menjemput, dan menungguinya di lobi hotel. Tak sedikit orang yang pura-pura memesan, mengirim bukti pemesanan kamar hotel, ujungnya memeras dan merampok anak asuhnya. “Tanpa sepengetahuan tamu, sebetulnya saya memantau mereka,” kata Mira.
YOLANDA RYAN ARMIDYA