TEMPO.CO , Jakarta:- Rahmat Fadhilla, 19 tahun, tak lagi mendengar ledakan bom disertai rentetan letusan senjata, yang terjadi di Kota Aden, Republik Yaman. Kini mahasiswa perguruan tinggi Al Baihani sudah berada di kampung halamannya, di Kabupaten Tanah Datar.
Saat berada di negara yang sedang mengalami konflik internal itu, Rahmat
mengaku cemas dan was-was. Perang antara pasukan liga arab yang dipimpin Arab Saudi menggempur pemberontak Houti yang menguasai ibu kota Yaman itu, sempat membuatnya jatuh pingsan dan sakit.
Baca Juga:
"Setelah tak sadarkan diri itu, saya sakit dua minggu," ujarnya kepada Tempo, Selasa 21 April 2015.
Rahmad mengaku tak terbiasa mendengar ledakan. Dia pun terkejut dengan dentuman bom yang terdengar keras. Dadanya sesak. Apalagi peperangan itu terjadi di sekitar kediamannya di asrama bernama Arbithah Attarbiyyah Al Islamiyyah wa Maraakizuha Atta'limiyyah di Creter Aden.
Padahal, kata Rahmat, saat itu mereka hendak dievakuasi dari Yaman. Mereka sudah siap-siap untuk berangkat. Tapi peperangan pecah.
Selama dua minggu Rahmad berada di dalam kamar. Suhu tubuhnya panas. Namun, dia tak bisa berobat ke rumah sakit atau klinik, karena tutup. "Minum obat yang tersedia di asarma saja," ujarnya.
Rahmat mengatakan, selama konflik itu mereka hanya makan satu kali sehari. Sebab, pasar dan pertokoan di kawasan itu tutup. Warga takut keluar rumah.
Sebanyak 26 mahasiswa Indonesia asal Sumatera Barat tiba di Tanah Air setelah berhasil dievakuasi dari Yaman, Jumat 17 April 2015. Sekitar 24 di antaranya, langsung pulang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau, pada Sabtu 18 April 2015.
Saat memasuki gedung utama Bandara, para keluarga menyambut haru kedatangan mereka. Terlihat mereka saling peluk melepas rindu dengan keluarga yang sudah lama menunggu.
ANDRI EL FARUQI