TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Narkoba Kepolisian memeriksa dua sipir Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan yang diduga memuluskan bisnis narkoba yang melibatkan Freddy Budiman. Total sudah ada tiga sipir penjara yang membantu terpidana mati itu mengendalikan jaringan narkoba dari balik jeruji besi.
Kepala Direktorat Tindak Pidana Narkoba Brigadir Jenderal Anjan Pramuka Putra mengatakan pemeriksaan sipir itu untuk mendapat informasi soal peran keduanya. "Bisa jadi membantu memasukkan alat komunikasi atau narkoba yang dibeli Freddy," ujarnya kepada Tempo di Cawang, Selasa, 28 April 2015.
Sebelumnya, polisi sudah menangkap sipir LP Cipinang berinisial IR. Dia diduga membantu Freddy menyelundupkan narkoba jenis baru CC4 yang wujudnya mirip prangko.
Anjan menambahkan, mudahnya sipir penjara bergabung dengan jaringan Freddy karena iming-iming yang menggiurkan. Gembong narkoba itu, ucap dia, bisa memberi imbalan dengan jumlah fantastis dalam sekali aksi penyelundupan. "Bisa Rp 5 juta tiap kali berhasil selundupkan ponsel atau narkobanya," tuturnya.
Sipir, kata Anjan, juga sering tak kurang akal bekerja sama dengan gembong narkoba di penjara. Misalnya, ujar dia, Freddy memberi duit untuk beli ponsel. Lantas ponsel itu menjadi milik sipir. Tapi, saat Freddy membutuhkan ponsel itu, sipir harus menyerahkannya. "Freddy tinggal simpan kartu cip saja. Itu kan barang kecil yang mudah disembunyikan," ucapnya.
Berkat bantuan sipir, tutur Anjan, Freddy leluasa memodali dan mengatur bisnis narkoba. Polisi berniat menjerat raja ekstasi itu dengan peraturan tindak pidana pencucian uang. Sebab, kekayaan Freddy menembus Rp 70 miliar. "Gembong harus dimiskinkan, agar dia tak memodali bisnis narkoba," katanya.
RAYMUNDUS RIKANG