TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen kembali "menabalkan" polisi sebagai musuh kebebasan pers. Ketua AJI Indonesia Suwarjono mengatakan hal itu didasarkan pada maraknya praktek kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan polisi. "Dari total 37 kasus kekerasan, sebelas di antaranya dilakukan polisi," ujarnya, Sabtu, 3 Mei, 2015.
Suwarjono menjelaskan, data itu diperoleh berdasarkan pantauan AJI selama setahun terakhir. Berdasarkan pantauan tersebut, kekerasan muncul dalam bentuk larangan meliput dan perampasan alat kerja. Polisi bahkan tega menganiaya wartawan yang tengah bertugas meliput. "Dan semua kasus kekerasan atas jurnalis yang dilakukan polisi tidak pernah diselesaikan sampai ke jalur hukum," ucapnya.
Selain untuk polisi, penghargaan ini diberikan kepada orang tak dikenal (6 kasus), satuan pengamanan atau keamanan (4 kasus), massa (4 kasus), dan orang dari berbagai macam profesi. "Tapi polisi yang paling istimewa. Sebab, sejak penghargaan ini digelar tahun 2007, polisi menerima penghargaan serupa sebanyak empat kali, yakni pada 2010, 2012, 2013, dan 2015," tuturnya.
AJI juga mencatat rapor merah polisi dalam menangani kasus pembunuhan terhadap jurnalis. Delapan kasus pembunuhan yang terjadi sejak 1996 belum diusut tuntas. Berkas penyidikan kematian wartawan Bernas, Muhammad Fuad Syafrudin alias Udin, bahkan telanjur kedaluwarsa sejak Agustus 2014. "Data itu menandakan polisi gagal mereformasi diri sebagai pelayan dan pengayom publik," katanya.
Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Agus Rianto tak membantah data tersebut. Meski demikian, ujar dia, polisi tak membiarkan anggotanya melakukan kekerasan. "Siapa pun yang melakukan, pasti kami proses. Sejauh ini, sudah ada yang dimediasi. Ada juga yang disidang kode etik dan disiplin," ucapnya.
RIKY FERDIANTO