TEMPO.CO, Jayapura -
Lima narapidana politik dari kasus pembobolan gudang senjata milik TNI di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada 3 April 2003 silam, memperoleh grasi dari Presiden Joko Widodo. Pemberian grasi ini diberikan disela-sela kunjungan Presiden Jke Papua dan Papua Barat, termasuk Lembaga Pemasyarakatan Abepura, di Kota Jayapura, Sabtu 9 Mei 2015 sore.
Baca Juga:
"Ini upaya pemerintah menghentikan stigma dan konflik yang ada di Papua. Kami ingin menciptkan Papua sebagai tanah yang damai," kata Presiden Jokowi. Grasi itu kepada Linus Hiluka terpidana 20 tahun, Numbungga Telenggen terpidana seumur hidup, Apotnalkolik Lokobal (20 tahun), Kimanus Wenda (20 tahun) dan Yafrai Murib (seumur hidup).
"Grasi ini awal. Nantinya kami tindaklanjuti pemberian grasi atau amanesti untuk mereka di wilayah lain. Karena ada kurang lebih 90 orang yang masih dalam proses, tapi ini awal dimulainya pembebasan," demikian Jokowi.
Menurut Jokowi, grasi untuk lima pertama bukan dipilih. “Ini proses yang panjang mulai Januari lalu,” ujar dia. “Baik di dalam penjara, maupun yang masih di hutan-hutan, mari kita lupakan yang lalu, kita menatap ke depan membangun Papua. Jadi jangan lagi ada yang memanas-manasin.”
"Grasi ini keinginan saya. Saya ingin semua lewat proses grasi, tapi ada juga yang ingin lewat proses amnesti. Jika amnesti, harus lewat DPR. Tapi saya belum tahu, apakah disetujui atau tidak," papar Jokowi.
Dalam proses hukum kasus yang pelakunya tujuh orang di tahun 2003 ini, Pengadilan Negeri Wamena memvonis Yafrai Murib dan Numbungga Telenggeng, serta Kanius Murib hukuman seumur hidup. Kemudian, Linus Hiluka, Apotnnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo divonis 20 tahun penjara.
Pada Desember 2004, Yafrai Murib, Numbungga Telenggen, Linus Hiluka, Apotnalik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikel Heselo dipindahkan ke Lapas Gunung Sari Makassar. Hanya Kanius Murib tak dipindahkan akibat usia sudah tua.
"Pemindahan paksa ini, telah melahirkan advokasi yang panjang untuk memperjuangkan mereka dikembalikan ke Papua. Hukuman Kanius Murib sempat dialihkan atau diubah dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara 20 tahun," kata pengacara mereka Latifah Anum Siregar.
Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly menyebutkan sebelumnya ada enam narapidana politik Papua yang akan diberikan grasi, namun saat ini tersisa hanya lima orang, karena satu tapol yang diberi grasi bernama Mikael Heselo meninggal dunia di Lapas Makassar pada tahun 2007.
"Presiden memiliki itikad baik. Ada juga yang ditawarkan untuk memperoleh grasi namun mereka yang ditawari menolak dengan alasan yang saya tidak mengetahuinya," kata Yasosna kepada jurnalis di luar Lapas Abepura.
Latifah juga menyampaikan terimakasih dan mengapresiasi keputusan presiden. "Mereka berlima adalah narapidana politik terlama atau tertua dengan hukuman pidana yang sangat tinggi. Mereka juga mengalami pemindahan dari satu Lapas ke Lapas lain,” tutur dia.
Yafrai Murib, 35 tahun, tampak sangat senang. “Saya sempat dipindahkan mulai dari penjara Wamena, ke Makassar dan terakhir saya mendekam di Lapas Biak," katanya di Lapas Abepura. Sudah lebih dari 12 tahun dirinya di bui dari hukuman seumur hidup. "Saya bersyukur atas diterimanya grasi ini.”
Sebelumnya, para narapidana politik terkait kasus pembobolan gudang senjata milik TNI di Wamena itu juga menembak mati dua prajurit yaitu Letnan Satu Napitupulu dan Sersan Satu Ruben. Sebanyak 29 pucuk senjata dan ribuan amunisi dibawa kabur pelaku yang menurut aparat adalah anggota kelompok separatis.
CUNDING LEVI