TEMPO.CO, Jakarta - Taman Daan Mogot yang membentang di sepanjang Kali Mookervart terlihat apik dari jalan raya. Sepanjang taman ditumbuhi pepohonan setiap jarak dua meter. Ada semacam bunga bakung yang ditanam di sepanjang jalur pedestrian dan bangku-bangku permanen di bawah taman.
Ketika berjalan menyusuri taman dari Terminal Kalideres menuju Rawa Buaya, pemandangan yang disuguhkan tak seperti yang dilihat dari jalan raya. Sampah plastik pembungkus makanan berceceran. Belum lagi bekas-bekas makanan yang dibuang begitu saja, seperti potongan mentimun, saos sambal dan bumbu siomay, serta dawet dan kentang.
Pejalan kaki juga akan disuguhi bau menyengat dari arah Kali Mookervart yang hitam pekat. Di bawah jembatan sepanjang Mookervart, tidak susah untuk menemui tumpukan sampah yang mengerak dan membuat air di sekitarnya berlendir. Tisu berparfum dan masker tak mampu menandingi bau menyengat yang menyeruak, apalagi jika ada angin yang cukup kencang untuk menyibakkan rambut.
Di KM 14, tepat di jembatan arah ke Kampung Duri Kosambi, dipasang spanduk larangan membuang sampah di sungai. Namun saat Tempo melintas, ada seorang remaja membuang plastik bekas makanan ke arah kali sambil tetap mengendarai motornya. "Itu cuma kayak pajangan saja, enggak efektif," kata Ahmad Rifai, pengojek berusia 23 tahun yang biasa menunggu pelanggan di muka jembatan, Minggu, 10 Mei 2015.
Tak jauh dari pangkalan ojek, empat gerobak sampah yang penuh muatan parkir di pinggir taman. Gerobak sampah itu berisi sampah rumah tangga dari Kampung Duri Kosambi. Namun tak jarang warga Komplek Imigrasi juga membuang sampah di situ. "Kadang orang dari depan (komplek) naik motor bawa plastik hitam trus sampahnya dibuang ke gerobak-gerobak di situ," kata Ahmad.
Limbah rumah tangga berceceran mulai dari tempat parkir gerobak sampai ke jalur pedestrian. Tangkai sayur, ampas kelapa, dan pembalut bekas berserakan di sepanjang jalan dan taman. Ahmad menuturkan sudah sepekan ini gerobak ditinggalkan begitu saja. "Truk sampah juga belum datang," kata dia. Tak ada yang bisa memastikan kedatangan truk sampah. "Suka-suka saja kelihatannya, kadang seminggu sekali, seminggu dua kali atau dua minggu sekali," kata dia.
Fajar Nurdiansyah, 28 tahun, mengatakan tempat parkir gerobak sampah telanjur diidentikkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat sampah umum. AKibatnya, sampah datang dari segala penjuru. "Makanya jadi tidak tertampung," kata dia. Menurut dia, kondisi taman akan lebih baik jika ada bak sampah permanen dibangun di situ.
Selain itu, sepanjang Taman Daan Mogot mulai dari KM 13 sampai KM 15 tidak ada satu pun tempat sampah. "Orang jadi main buang sembarangan," kata Fajar. Menurut dia, kondisi pinggir Kali Mookervart sepanjang Daan Mogot justru jadi kumuh semenjak taman selesai dibangun, sekitar akhir Januari 2015. "Soalnya yang biasa menyapu jadi enggak ada lagi," kata dia.
DINI PRAMITA