TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Agama M. Jasin mengatakan kasus pemalsuan buku nikah di Cakung, Jakarta Timur, bukan hal yang baru. Menurut dia, pada 2014, Kementerian Agama menemukan buku nikah palsu yang akan dikirim ke luar negeri.
Menurut Jasin, pemalsuan terjadi karena desain di buku nikah mudah ditiru. "Kami akan mengubah desain dan logo agar sulit dipalsukan," katanya kepada Tempo, Selasa, 2 Juni 2015.
Tujuan pengubahan itu, kata Jasin, yakni percetakan kecil tidak bisa meniru isi, logo, dan desain buku nikah asli. "Hanya bisa dicetak di percetakan besar," katanya.
Jasin menilai pemalsuan buku nikah terjadi juga karena kurangnya sosialisasi bukti pernikahan itu kepada masyarakat. Dia menegaskan, sebenarnya pengurusan buku nikah di kantor urusan agama tidak memerlukan biaya.
Dia mengimbau masyarakat agar melapor ke polisi atau kantor wilayah Kementerian Agama setempat jika mengetahui ada yang menjual buku nikah. Selain itu, ucap Jasin, Kementerian Agama akan melakukan audit internal di kantor urusan agama di Jakarta Timur. "Kami akan telusuri."
Sebelumnya, Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur membongkar jaringan pemalsu buku nikah dan akta cerai. Seorang pria berinisial N, 50 tahun, dibekuk polisi di rumahnya di Cakung, Jakarta Timur, pada Selasa, 26 Mei 2015. Dari tangannya, polisi menyita 65 stempel Kementerian Agama dan 64 buku nikah palsu.
Kepala Unit Kriminal Khusus Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Samian menjelaskan, tersangka N mematok tarif pembuatan buku nikah dan akta cerai palsu sebesar Rp 250-300 ribu. “Menurut pengakuan tersangka, mereka mampu mengumpulkan omzet hingga Rp 5 juta setiap bulan,” kata Samian kepada Tempo, Selasa, 2 Juni 2015.
HUSSEIN ABRI YUSUF | RAYMUNDUS RIKANG