TEMPO.CO, Jakarta - Pria berjaket hijau itu tampak tergesa-gesa menarik gerobaknya. Sesekali pria asal Pamekasan, Jawa Timur, ini menyeka peluh di dahi dengan tangannya. “Mau gimana lagi, kami harus kucing-kucingan dengan petugas untuk cari makan," kata Alwi saat ditemui Ahad 28 Juni 2015.
Alwi tak sendiri. Ada puluhan pedagang kaki lima yang tetap nekat berjualan di bekas lapangan IRTI (Ikatan Restoran dan Taman Indonesia) di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Mereka pedagang suvenir, seperti kaca mata, pakaian, serta makanan dan minuman. Saat anggota anggota Satuan Polisi Pamong Praja berpatroli, para pedagang itu lari tunggang langgang.
Pengamanan di Monas sudah diperketat sejak terjadi kerusuhan pekan lalu. Namun, keberadaan pedagang di Monas seperti tak ada habisnya. Para pedagang menyerang dan membakar tenda petugas, termasuk merusak kantor pengelola Lenggang Jakarta pekan lalu. Polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu.
Kali ini, para pedagang memilih lari menghindari petugas patroli. Namun, mereka bukannya lari keluar dari kawasan IRTI untuk menyelamatkan dagangannya. Para pedagang justru lari menuju tempat kuliner Lenggang Jakarta. Mereka menitipkan dagangannya pada rekan-rekannya yang memiliki kios di sana.
Sejak Lenggang Jakarta dibuka 22 Mei lalu, menurut Alwi, pendapatannya merosot. Dia yang biasa berjualan minuman, kini hanya mendapat penghasilan Rp 30-100 ribu. Padahal, sebelumnya bisa dua kali lipat bahkan lebih. “Kini, akhir pekan bisa empat dus minuman, kalau hari biasa hanya satu dus saja.”
Sesaat setelah menyembunyikan barang dagangnnya, Alwi menerima telepon dari isterinya. Dia menerima kabar bahwa kondisi di kawasan IRTI Monas sudah bisa dipakai jualan kembali. "Kata istri saya sudah aman. Kami sesama pedagang harus terus berkoordinasi," ujarnya, sambil mengemasi barang daganggannya lagi untuk kembali ke IRTI Monas.
Kepala Satpol PP Jakarta Pusat Yadi Rusmayadi mengatakan anggotanya harus kucing-kucingan saat merazia pedagang. Setiap akhir pekan ada 400 personel disiagakan. Saat petugas lengah sedikit saja, kata Yadi, maka banyak pedagang yang kembali masuk dan berjualan. “Semakin sulit jika pedagang menitipkan dagangannya kepada temannya yang berjualan di Lenggang Jakarta,” kata yadi.
Koordinator Keamanan Lenggang Jakarta Nur Miyanti menyesalkan koordinasi dari Satpol PP setiap kali menggelar razia. Padahal, kata Nur, petugasnya bisa berjaga di depan Lenggang Jakarta saat razia dilakukan. Akhirnya, anggotanya harus merazia satu per satu kios yang menerima titipan barang dagangan dari pedagang liar itu. "Kami kewalahan karena jumlah kami tak sebanding dengan jumlah pedagang," kata Nur, yang mempunyai 26 petugas dengan kerja terbagi siang dan malam.
GANGSAR PARIKESIT