TEMPO.CO, Jakarta -Tanda-tanda Presiden Joko Widodo akan merombak kabinet semakin kentara. Ketika bertemu sejumlah pakar ekonomi yang mendatanginya di Istana Merdeka, Senin 29 Juni 2015, Jokowi sudah menyampaikan hal itu.
Meski pun tak menyebut nama, menurut Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono, Presiden Jokowi menyebut kinerja sejumlah menteri menteri masih di bawah target. “Kalau saat ini ada orang yang cocok, akan langsung saya lantik,” kata Tony seusai pertemuan di Istana Merdeka menirukan ucapan Jokowi.
Sehari kemudian, giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bicara. Ia mengatakan rombak kabinet atau reshuffle tidak akan didasarkan pada masalah personal. Kinerja menteri menjadi dasar utama. "Reshuffle itu agar kinerja pemerintah lebih baik," kata Kalla, di kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa 30 Juni 2015.
Ditanya tentang penilaian terhadap kinerja para menterinya, Kalla tak mau menjawab. "Tiap hari kau tanya ini, nggak bosan. Pokoknya yang sangat baik ada, cukup baik ada, yang perlu ditingkatkan juga ada."
Kalla juga belum memastikan apakah rombak kabinet dilakukan setelah atau sebelum lebaran. Bahkan dia mengklaim hingga saat ini belum ada komunikasi dengan para partai pendukung. "Nantilah, memang di sini ada yang mau jadi menteri," kata Kalla kepada wartawan.
Sikap Kubu Megawati
Dari kalangan partai penyokong pemerintah, PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati Soerkarnoputri termasuk yang cukup getol mendesak perombakan menteri sekaligus minta jatah kursi tambahan.
Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Achmad Basarah mengatakan tambahan lima kursi baru itu demi keadilan dan proporsionalisme, mengingat PDIP memiliki kekuatan terbesar, 109 kursi di DPR. Jumlah menterinya sama dengan NasDem, yang hanya punya 39 kursi di DPR.
"Seharusnya 12 menteri, tapi itu kan terlalu banyak, jadi sembilan saja cukup," kata Basarah--meski belakangan pernyataan Basarah diralat Pramono Anung, yang menyebutkan itu bukan sikap resmi partai.
Menurut salah seorang sumber Tempo, kursi Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M. Soemarno dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, termasuk yang digoyang. Rini dan Andi adalah dua orang yang selama bertahun lalu dikenal karib dengan Megawati dan pernah diminta bergabung dalam Tim Sebelas yang dibentuk Megawati untuk menyiapkan pencalonan Jokowi sebagai presiden.
Setelah Jokowi terpilih dan dilantik, situasinya terbalik. Sebab, mereka dianggap tidak bisa menjadi jembatan Lenteng Agung--tempat PDIP berkantor--dengan Istana. Kubu PDIP ngotot Andi dan Rini harus diganti atau digeser.
Dua politikus PDIP, yaitu Pramono Anung dan Achmad Basarah, disorongkan sebagai kandidat pengganti Rini dan Andi. Pramono disebut-sebut sudah mendapat restu dari Megawati. "Jika dua-duanya masuk, Mas Pram cocok di BUMN dan Basarah di Sekretariat Kabinet," ujar politikus PDIP, Masinton Pasaribu.
Rini dan Andi enggan menanggapi soal serangan itu. "Yang tahu kerja saya sebagai menteri itu Presiden. Silakan beliau yang memutuskan," kata Rini. Demikian juga Andi. "Saya manut evaluasi Presiden."
Tambahan kursi baru itu tentu tak lepas dari kemungkinan bergabungnya menteri baru dari kubu Partai Amanat Nasional. Tawaran ini sempat dibahas Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir, yang bertemu dengan Jokowi pada April lalu. Masuknya PAN ke kursi kabinet akan menambah bangunan koalisi pendukung Jokowi di DPR menjadi 295 orang atau lebih dari 50 plus satu.
AW I TIM TEMPO