TEMPO.CO, Kairo - Organisasi Islam, Al-Ikhwan Al-Muslimun, menyerukan pendukungnya melakukan pemberontakan menyeluruh setelah sejumlah anggotanya tewas dibedil polisi Mesir.
Pembunuhan itu, menurut sumber keamanan dan anggota al-Ikhwan, bermula aksi kepolisian Mesir menggeruduk sebuah apartemen di pinggiran Kairo pada Rabu, 1 Juli 2015. Aksi tersebut menewaskan sedikitnya sembilan anggota Al-Ikhwan, termasuk bekas anggota parlemen, Nasser al-Hafy.
Penyerbuan oleh aparat itu, ujar sejumlah saksi mata, sebagai upaya kepolisian membubarkan pertemuan anggota Al-Ikhwan, yang diduga sedang mendiskusikan dukungan mereka terhadap keluarga yang ditahan.
Menanggapi kejadian berdarah tersebut, Kementerian Dalam Negeri Mesir menyatakan orang-orang yang ada di dalam apartemen itu adalah para pemimpin yang merencanakan berbagai serangan, termasuk dua pria yang sebelumnya dijatuhi hukuman mati.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Dalam Negeri menjelaskan, petugas keamanan menemukan sejumlah senjata, uang sebesar 43 ribu pound Mesir atau sekitar Rp 70 juta, berbagai dokumen, serta rencana kelompok ini menyerang angkatan bersenjata, polisi, hakim, dan media.
Menurut siaran jaringan televisi pro-Al-Ikhwan, jumlah korban tewas meningkat menjadi 13 orang dan sejumlah pemimpin ditahan di dalam sebuah rumah. "Ini sebuah pembunuhan berdarah dingin, dilakukan tanpa penyelidikan sebelumnya."
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN