TEMPO.CO, Jakarta - Iwet Ramadhan dikenal sebagai salah satu perancang busana yang peduli dengan kelestarian budaya Indonesia. Salah satunya adalah batik. Ditemui dalam sebuah acara lelang di Pacific Place, Rabu, 1 Juli 2015, Iwet mengaku sedih karena Museum Batik Yogyakarta tak sepopuler museum lain di Yogyakarta.
"Kalau orang ke Jogja, biasanya mereka mengunjungi museum kereta, Keraton, atau ke Ulen Sentalu," ucap Iwet. Dan Museum Batik, ujar dia, menjadi museum yang selalu terlewat oleh para turis ketika mereka berlibur di kota ini.
"Aku nemu museum ini ketika sedang riset untuk buku cerita batik," tutur Iwet. Ia mengatakan museum yang berada di Jalan Prof Sutomo ini memiliki koleksi batik yang sangat lengkap.
Di museum tersebut, ada koleksi batik pesisiran, batik Keraton Solo dan Yogyakarta, batik cak, dan berbagai motif lain. Iwet senang mengunjungi museum ini karena penjaga batik selalu bercerita tentang semua motif batik tersebut.
Menurut Iwet, Museum Batik berdiri berdasarkan kecintaan pemilik akan kain-kain batik yang ia buat dan miliki. "Sayangnya, ia menyimpan ala kadarnya," kata Ivet sedih. "Ia menyimpan di lemari kayu yang tidak ditutup oleh kaca, melainkan plastik," ucapnya.
Iwet berujar, UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda. Jadi, bukan karena kainnya, melainkan cerita dari motifnya. Ketika batik tidak terawat, lama-kelamaan kain dan motifnya bisa hilang. "Kalau nanti motif dari kain batik tersebut hilang, kita punya apa?" tutur Iwet.
Iwet menjelaskan, memang pernah ada satu yayasan yang turut memperhatikan kelestarian batik, khususnya yang ada di Museum Batik Yogyakarta. Namun sayangnya, yayasan tersebut hanya memiliki misi memajukan batik dari tempat asalnya dan tidak mau ikut membantu melestarikan batik lain.
Iwet sangat sedih dengan kenyataan tersebut. Pada akhirnya, ia menemukan satu jalan untuk ikut melestarikan batik, yakni dengan ikut berkontribusi dalam sebuah acara lelang bersama Rinowa dan BRI serta bekerja sama dengan seniman street art, Kemal, untuk membuat desain berciri khas Indonesia, dan salah satunya adalah batik dalam koper-koper premium.
"Ketika ditelepon, saya langsung bilang 'I'll do it for free'," katanya. "Saya cuma bilang, saya mau hasil dana lelang harus disumbangkan ke Museum Batik Jogja."
DINI TEJA