TEMPO.CO, Jakarta - Polisi akan memanggil semua anggota panitia pembebasan tanah yang menangani proyek normalisasi Kali Pesanggrahan pada 2013. Tak terkecuali camat dan lurah yang terkait dengan pembebasan lahan pada saat itu.
"Semua yang terkait dengan proses pengadaan lahan akan dipanggil, termasuk camat dan lurah yang menjabat saat pembebasan tersebut dilakukan," kata Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adjie Indra Dwi Atma, Jumat, 10 Juli 2015.
Ia akan memanggil camat dan lurah, sebab, menurut dia, ihwal pembebasan lahan, seharusnya camat dan lurah memberitahukan legalitas lahan yang akan dibebaskan itu. "Masak, camat dan lurah enggak tahu kalau tidak ada konflik kepentingan atas tanah itu?" katanya. Selain itu, ada kejanggalan lain, yakni tiba-tiba muncul girik atas tanah milik negara.
Adjie mengatakan saat ini tengah mengembangkan penyelidikan kasus tersebut dengan menganalisis berita acara pemeriksaan yang berisi keterangan para saksi. Hasil analisis ini, kata Adjie, akan menentukan calon kuat tersangka selanjutnya. Juga saksi lain yang harus dipanggil untuk dimintai keterangan.
Sebelumnya, polisi sudah menetapkan lima tersangka, antara lain MD, HS, dan M yang masih menjadi buron. Ketiganya berperan memalsukan surat tanah sehingga seolah-olah lahan tersebut milik ABD dan JN, tersangka lain, yang mengaku sebagai pemilik tanah yang akan dibebaskan. Kasus ini juga menyeret nama Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta yang baru, Tri Djoko Sri Margianto, yang saat itu mengetuai panitia pembebasan tanah.
Dugaan korupsi menguat karena lahan seluas 17.400 meter persegi tersebut merupakan lahan milik PT Pembangunan Sarana Jaya, perusahaan milik DKI Jakarta. "Itu tanah milik BUMD Sarana Jaya yang dibebaskan pada 1974. Ada terdaftar di BPN," kata Adjie. Panitia membebaskan lahan tersebut dengan menggunakan dokumen yang menyatakan lahan itu milik ABD (9.400 meter persegi) dan JN (8.000 meter persegi). Dokumen itu diduga palsu.
Adapun kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 32,8 miliar. ABD mendapat ganti rugi sebesar Rp 17,7 miliar, sedangkan JN Rp 15 miliar. Pencairannya, menurut Adjie, juga terkesan janggal. Sebab penarikan uang ganti rugi pada 28 Agustus 2013 itu dilakukan di atas pukul 16.00. "Selain itu, yang narik tersangka H, dan masuk ke rekening dia. Sedangkan pencairan atas nama ABD dan JN," katanya.
Sementara itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menuturkan akan mencopot Tri Djoko apabila anak buahnya itu terbukti bersalah. "Kalau memang jadi tersangka, ya, kita cari pengganti. Harus dikeluarin,” kata Ahok. Menurut Ahok, Tri Djoko justru merupakan korban penipuan warga dalam kasus ini.
DINI PRAMITA