TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Produksi PT Mandom Indonesia Tugiyono mengatakan ledakan diikuti kebakaran di area pabrik diduga karena ada kebocoran kecil pada instalasi gas yang tak terdeteksi. "Kemungkinan ada kebocoran kecil sehingga sulit terdeteksi," ucap Tugiyono di Kebayoran Baru, Minggu, 12 Juli 2015.
PT Mandom yang berlokasi di Kawasan Industri 2100, Bekasi, mengalami kebakaran pada Jumat, 10 Juli 2015, sekitar pukul 09.18 WIB. Api berkobar selama satu jam dan bisa dipadamkan pada pukul 10.30 WIB. Ironisnya, pabrik baru tiga bulan diresmikan oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel setelah pindah dari lokasi pabrik lama di Sunter, Jakarta Utara. Akibat kebakaran tersebut, enam buruh tewas dan 52 lainnya mengalami luka bakar.
Meski demikian, ujar Tugiyono, perusahaan sudah melewati prosedur pemeriksaan rutin, baik alat produksi maupun instalasi gas. Hasilnya, tak ditemukan masalah, sehingga proses produksi diizinkan berjalan pada hari kejadian tersebut.
Dia juga menegaskan bahwa pabrik punya mekanisme deteksi kebocoran gas. Alat itu untuk mendeteksi tersebut, tutur Tugiyono, tersambung pada sebuah layar komputer yang merekam distribusi gas sekaligus mencatat dan langsung mengirim sinyal bila terjadi kebocoran. "Masalahnya sirene darurat itu berbunyi atau tidak yang sedang kami serta polisi selidiki," kata Tugiyono.
Dia juga membantah ada pengakuan saksi atau korban yang beberapa hari sebelum ledakan sudah mencium bau gas. Menurut dia, gas yang digunakan dalam industri kosmetik tak mengandung bau seperti gas rumah tangga. "Sifat gas ini juga selalu berada di bawah. sehingga kami punya saluran pengisap mirip selokan yang berfungsi menyerap gas dan mengalirkannya ke ruang terbuka untuk diurai udara bebas," kata Tugiyono.
RAYMUNDUS RIKANG