TEMPO.CO, Jakarta - Staf Biro Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Yusuf Suparman mengatakan peluang menang lembaganya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tetap ada kendati dalam putusan sela yang keluar pada 25 Mei 2015 majelis hakim mengabulkan gugatan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Alasannya, Kemenpora mampu mematahkan argumentasi PSSI dalam persidangan.
Yusuf menjelaskan, dikeluarkannya surat keputusan pembekuan PSSI oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi pada 17 April 2015 sudah didasari asas pemerintahan yang baik. Hal itu terlihat dari adanya tiga kali teguran yang dilayangkan oleh Kemenpora kepada PSSI sebelum jatuhya sanksi pembekuan.
Yusuf menuturkan Menteri Imam sudah mengikuti asas pemerintahan yang baik, yaitu asas kecermatan dan kehati-hatian, dalam mengeluarkan sanksi terhadap PSSI. "Kalau PSSI jeli, sanksi pembekuan tersebut tak serta-merta keluar karena telah didahului dengan adanya tiga kali teguran tertulis," tuturnya.
Selain itu, menurut Yusuf, poin gugatan yang menyebutkan pembekuan PSSI mendatangkan kerugian karena kompetisi berhenti juga terbantahkan. Sebab pihak yang menghentikan kompetisi bukanlah pemerintah, melainkan PSSI serta PT Liga Indonesia selaku penyelenggara. "Justru sekarang pemerintahlah yang berinisiatif terus melanjutkan industri sepak bola dengan menggelar turnamen Piala Kemerdekaan," katanya.
Kisruh antara PSSI dan Kemenpora bermula dari tindakan PSSI menyetujui Arema Malang dan Persebaya Surabaya mengikuti Liga Super Indonesia pada 4 April lalu. Padahal kedua klub tersebut dinyatakan tak lolos verifikasi oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia. Akibatnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi membekukan PSSI.
Pembekuan tersebut berujung sanksi yang diberikan FIFA kepada PSSI. Merasa dirugikan, PSSI menggugat Kemenpora ke pengadilan.
GANGSAR PARIKESIT