TEMPO.CO, Banda Aceh - Seorang diduga pedagang bayi orang utan berinisial LH, berhasil ditangkap aparat kepolisian Aceh bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti.
“Tersangka ditangkap di Kota Langsa," kata Kasubdit Tindak Pidana Tertentu Direskrimsus Polda Aceh Ajun Komisaris Besar Mirwazi saat konferensi pers di Banda Aceh, Minggu, 2 Agustus 2015. Tersangka dan barang bukti ikut dihadirkan.
Menurutnya, tersangka diamankan polisi dalam operasi bersama tim BKSDA di Desa Pondokan Kemuning, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa. Barang bukti yang disita berupa tiga bayi orang utan, dua ekor elang, seekor ayam hutan, dan satu macan dahan yang sudah diawetkan.
Mirwazi melanjutkan, menurut pengakuan tersangka, LH mengaku sebagai penampung dan kemudian memasarkannya ke luar Aceh. "Kami akan menyelidiki lebih lanjut kemungkinan keterlibatan orang lain."
Kepala BKSDA Aceh Genman Suhefti Hasibuan mengatakan penangkapan tersebut adalah yang terbesar pertama di Aceh pada 2015. "Pedagang berhasil ditangkap bersama dengan tiga bayi orang utan dan lainnya sekaligus."
Sementara itu, Daniek Hendarto, Manajer Anti Kejahatan Satwa Liar dari Centre for Orangutan Protection (COP), mengharapkan polisi dapat mengusut tuntas kasus tersebut dan memberikan hukuman berat sesuai undang-undang yang berlaku.
“Tanpa penegakan hukum yang keras, korban orang utan akan terus berjatuhan. Hukuman yang ringan hanya akan membuat para penjahat kembali ke bisnisnya," ujarnya.
Menurutnya, seorang pedagang biasanya membeli bayi orang utan sekitar satu juta per ekor. Dia kemudian menjualnya di pasaran ilegal seharga Rp 5-10 juta. Di pasaran internasional, harga bayi orang utan ditaksir Rp 400 jutaan.
ADI WARSIDI