TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisial Bidang Hubungan Antarlembaga Imam Anshori Saleh mengatakan lembaganya terus mendorong pemahaman para hakim dalam memberikan hak yang setara bagi para penyandang disabilitas yang menjalani proses peradilan. Selain pembekalan, KY juga mendorong Mahkamah Agung untuk mengeluarkan peraturan MA tentang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
"KY mendorong RUU KUHAP Pasal 92 ayat 2 dan Pasal 168 ayat 1 dan 2," kata Imam dalam diskusi, Kamis, 13 Agustus 2015. "Tapi ini baru diproses peradilan. Di tingkat penyidikan belum ada jaminan hak penyandang disabilitas."
Pasal 91 ayat 2 menjamin hak para penyandang disabilitas mendapatkan bantuan sesuai dengan kebutuhannya dalam proses persidangan. Pasal 168 ayat 1 dan 2 mengatur soal hak menyampaikan kesaksian melalui bantuan tulisan atau penerjemah kala bersaksi di pengadilan.
Menurut Imam, faktanya banyak disabilitas tuna rungu dan tuna wicara yang menghadapi masalah serius kala bersaksi kesaksian karena hakim tak memberikan hak penerjemah. Bahasa isyarat kerap tak diakui dengan klaim sebagai bahasa asing.
Selain itu, beberapa penyandang cacat kerap memiliki perbedaan signifikan soal umur fisik dan umur psikologis. Hakim kerap memakai pendekatan positivisme dengan berpatok pada usia fisik.
Tak hanya dalam proses peradilan, penyandang disabilitas juga kerap mendapat diskriminasi saat menjalankan haknya mencari keadilan. KY mencatat masih banyak gedung pengadilan yang tak memiliki ramp, seperti di Pengadilan Negeri Manado dan Pengadilan Agama Tegal.
Jaminan hak paling parah yang dialami penyandang disabilitas justru terjadi di tingkat penyidikan. Menurut Imam, berdasarkan data Sentra Advokasi Perempuan Difable dan Anak (SAPDA) Yogyakarta, tercatat ada 15 kasus yang ditangani kepolisian yang melibatkan penyandang disabilitas.
Namun hanya lima kasus yang diproses. Dua di antaranya bisa diselesaikan hingga putusan. Kepolisian kerap menolak laporan kejahatan yang diajukan penyandang disabilitas sebagai korban. Proses rekonstruksi perkara diklaim sulit korban dituding tak dapat memberikan kesaksian yang memadai, tapi kepolisian juga tak memberikan bantuan penerjemah atau akses lain.
"Kami juga mendorong Kepala Kepolisian mengeluarkan peraturan Kapolri yang inklusi untuk proses penyidikan dan penyelidikan penyandang disabilitas," kata Imam.
FRANSISCO ROSARIANS