TEMPO.CO, Purbalingga - Penolakan terhadap pelaksanaan uji coba lima hari sekolah di semua sekolah menengah atas negeri di Kabupaten Purbalingga meluas. Tidak hanya merugikan siswa, program yang termaktub dalam surat edaran Gubernur Jawa Tengah tersebut juga dinilai membuat kualitas belajar-mengajar di sekolah menurun.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga Tri Gunawan Setiadi mengklaim menerima lebih dari 100 pesan pendek yang isinya meminta program lima hari sekolah tersebut dihentikan. “Baik dari orang tua siswa, komite sekolah, siswa, maupun guru, semuanya keberatan,” katanya, Rabu, 19 Agustus 2015.
Menurut Tri, jika program lima hari sekolah tersebut diteruskan, siswa menjadi pihak yang paling dirugikan. Sebab, dengan sehari mengikuti minimal 10 jam pelajaran, tenaga siswa akan menurun drastis setelah pukul 2 siang. Sampai di rumah, mereka sudah kelelahan dan tidak bersemangat belajar.
Adapun guru dinilai bakal tidak maksimal dalam menyusun rencana pelajaran untuk keesokan harinya. Orang tua juga mengeluh karena harus menambah uang saku bagi anak mereka. Sementara itu, siswa juga mengalami kendala transportasi, khususnya siswa sekolah yang susah diakses angkutan umum.
Meskipun banyak mendapat penolakan, Dinas Pendidikan menyatakan belum akan menghentikan uji coba lima hari sekolah itu. “Kami berharap uji coba ini tidak terlalu lama, tidak harus menunggu satu bulan atau satu semester,” ujar Tri.
Tri mengatakan sudah turun langsung ke sejumlah sekolah untuk melihat pelaksanaan uji coba lima hari sekolah. Hasilnya, kondisi siswa memprihatinkan. Siswa mengalami kelelahan fisik dan psikis. “Jam belajar baru selesai pukul 4 sore,” ucapnya.
Saat Tri menghadiri acara di SMAN 1 Purbalingga, ia mengatakan, guru, komite sekolah, dan siswa menyatakan ingin kembali ke program enam hari sekolah seperti semula. Sebab, selain memiliki lebih banyak waktu untuk belajar di rumah, para siswa bisa menggunakan tenaga dan pikiran mereka untuk kegiatan ekstrakurikuler.
Ketua Dewan Pendidikan Purbalingga Trisnanto Sri Hutomo dengan tegas mengatakan tidak sepakat dengan program lima hari sekolah itu. Meski Sabtu digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler, kata dia, kondisi siswa jelas akan melemah setelah berhari-hari dibebani banyak mata pelajaran.
“Guru juga akan semakin memiliki tugas berat. Dan jika ada yang tidak mendapatkan jam mengajar tertentu, pada Sabtu akan ke mana? Menganggur di rumah? Siswa juga akan mudah merasa jenuh dan akhirnya penyampaian pelajaran tidak efektif,” katanya.
ARIS ANDRIANTO