TEMPO.CO, Jakarta - Penggusuran Kampung Pulo dimulai. Sebelumnya, pemerintah DKI Jakarta dan warga Kampung Pulo masing-masing mempertahankan keyakinannya. Pemerintah DKI akan tetap menggusur permukiman di Kampung Pulo. Sedangkan masyarakat di sana tidak akan beranjak dari rumah mereka.
Pemerintah DKI sudah memastikan bakal melakukan penggusuran besok. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan pemerintah DKI sudah memberikan kesempatan kepada warga untuk mengajukan ganti rugi dengan menunjukkan sertifikat hak milik lahan yang mereka kuasai. "Tak ada negosiasi. Kami paksa mereka agar pindah dan bongkar," kata Ahok di Balai Kota, Selasa, 18 Agustus 2015.
Menurut Basuki, warga harus tetap pindah dari rumah yang ditempati lantaran wilayah itu terkena proyek normalisasi sungai. "Menolak pun juga harus tetap pindah. Kami tak punya pilihan," ucap Ahok.
Sedangkan warga Kampung Pulo akan tetap mempertahankan rumahnya dan ingin kembali mengajak dialog dengan pemerintah DKI. Ketua perwakilan RW 01 dan 03, Kholili, mengatakan warga akan bertahan. "Belum ada warga yang bersiap pindah," ujarnya saat ditemui Senin kemarin.
Warga, kata Kholili, akan berupaya menggelar dialog dengan pemerintah DKI untuk mencapai kesepakatan. Meski begitu, kata dia, tak menutup kemungkinan sikap warga bergantung pada sikap pemerintah DKI. "Kami menekan kemungkinan terjadinya perlawanan," tutur Kholili.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Timur Hartono Abdullah mengatakan penggusuran akan tetap dilakukan sesuai jadwal. Menurut dia, penggusuran dilakukan karena warga mendirikan bangunan di atas tanah negara. Selain itu, keputusan penggusuran sudah melewati prosedur sosialisasi hingga surat peringatan. "Semua prosedur sudah dilalui," kata Hartono.
Anggota tim kuasa hukum warga Kampung Pulo, Patra Hutabarat, mengatakan penggusuran permukiman di tepi Sungai Ciliwung itu dilakukan tanpa didasari kesepakatan pembayaran ganti rugi. "Dasar hukum penggusuran apa?" ujar Patra saat ditemui di Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin lalu.
Menurut dia, keputusan itu bertentangan dengan pernyataan pejabat di Kecamatan Jatinegara pada April 2013. Saat itu, kesimpulan akhir sosialisasi menyatakan warga akan menerima ganti rugi penggantian lahan dan bangunan yang terkena proyek normalisasi sungai. Namun keputusan itu kemudian bertolak belakang pada pertemuan 5 Juni lalu.
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Cerdas Bangsa itu menuturkan isi pertemuan terakhir menyatakan Kampung Pulo sebagai permukiman liar dan warga tak memperoleh ganti rugi. Padahal surat dari Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur Gunawan, yang diteken pada 10 Juli 2015, menyatakan warga Kampung Pulo berhak atas penggantian tanah dan bangunan berdasarkan penilaian juru taksir independen atau appraisal. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012.
Menurut Patra, perubahan penyebab penggusuran menjadi penertiban permukiman liar tersebut janggal. Alasannya, warga membayar pajak bumi dan bangunan setiap tahun. Warga juga memiliki kartu keluarga dengan alamat Kampung Pulo. "Mengapa bisa terdata jika wilayah ini tergolong liar?" tuturnya.
GANGSAR PARIKESIT
VIDEO TERKAIT: