TEMPO.CO, Trenggalek – Presiden Joko Widodo meninjau proyek pembangunan Bendungan Tugu di Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Selasa, 25 Agustus 2015.
Didampingi sejumlah menteri Kabinet Kerja, Jokowi langsung menuju lokasi pembangunan bendungan di lereng Gunung Wilis, perbatasan Ponorogo – Trenggalek. Di tempat tersebut Jokowi memeriksa seluruh tahapan proyek yang dikerjakan oleh PT Wijaya Karya (Wika) dengan nilai kontrak Rp 619,9 miliar dari APBN tahun 2013. “Saya ke sini untuk melihat progress itu berjalan,” kata Jokowi.
Dia mengatakan pembangunan bendungan serupa akan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia untuk mengatasi bencana el nino. Selain di Jawa Timur, pembangunan bendungan juga dilakukan di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
Pemerintah menargetkan seluruh aliran sungai besar tak akan terbuang sia-sia ke laut karena akan dimanfaatkan untuk irigasi, air minum, produksi listrik, dan pariwisata. Hal ini cukup memungkinkan mengingat banyaknya sumber-sumber air besar di Indonesia.
Jokowi mencontohkan pembangunan bendungan Tugu yang sempat terhenti selama dua tahun sejak penandatanganan kontrak kerja sama dengan pelaksana proyek. Saat ini PT Wika diminta ngebut agar bendungan bisa dioperasikan pada 2017. “Selama seminggu ini nggak ada berhentinya siang malam untuk percepatan,” kata Jokowi.
Jokowi juga memastikan seluruh proses pembangunan bendungan termasuk pembebasan lahannya tak akan merugikan masyarakat dan Perhutani. Sebab Gubernur dan Bupati telah berupaya menyelesaikan proses pembebasan tanah milik warga dan Perhutani dengan baik. Bahkan jika nantinya terjadi diskresi undang-undang soal pengalihfungsian hutan lindung menjadi hutan produktif, Jokowi mempersilakan diselesaikan di pengadilan. “Saya backup, karena ini untuk kepentingan umum,” katanya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Brantas Amir Hamzah menuturkan pembangunan Bendungan Tugu membutuhkan sedikitnya 104 hektare lahan. Lahan tersebut meliputi 18 hektare hutan lindung milik Perhutani, 9 hektare milik Pemerintah Kabupaten Ponorogo, 9 hektare milik Pemerintah Kabupaten Trenggalek, 70 hektare milik masyarakat, 9 hektare milik kas desa, dan 6 hektare sungai.
Dari 70 hektar lahan milik masyarakat, kata dia, sampai Juli 2015 sebanyak 27,5 hektare sudah berhasil dibebaskan dengan pemberian kompensasi kepada warga. Ditargetkan upaya pembebasan lahan ini akan tuntas secara keseluruhan pada 2016. “Yang jadi persoalan adalah pembebasan hutan lindung milik Perhutani untuk dialihfungsikan menjadi hutan produktif,” katanya.
Jika pembangunan bendungan ini dapat terealisasi, maka sebanyak 1.200 hektare lahan pertanian dapat terairi dengan cukup. Bendungan tersebut juga ditargetkan menghasilkan produksi air 400 liter per detik untuk menghidupi sekitar 8 ribu jiwa di tiga desa. Sedangkan untuk memasok kebutuhan listrik belum bisa dilakukan karena produksi masih kecil, yakni 400 kilowatt. “Saat ini proses pembangunannya masih 15 persen,” kata Amir.
HARI TRI WASONO