TEMPO.CO, Depok - Christopher Daniel Sjarief, 23 tahun, divonis pidana bersyarat dan denda Rp 10 juta. Pidana bersyarat itu, jika dalam waktu dua tahun sejak putusan melakukan tindak pidana, Christoper dipenjara selama 1 tahun 6 bulan.
Ketua majelis hakim, Made Sutisna, menyatakan Christoper bersalah dalam kasus kecelakaan di Pondok Indah sehingga menyebabkan empat orang meninggal. Menurut dia, terdakwa terbukti melanggar Pasal 229 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mengatur soal kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal atau luka berat.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia, Made Wierda, mengatakan hukuman pidana bersyarat kepada Christoper tidak tepat. "Pidana bersyarat sangat tidak tepat dalam kasus ini. Sebab, ada nyawa melayang," kata Made, Kamis, 27 Agustus 2015.
Made menambahkan, putusan pidana bersyarat itu tidak membikin pelaku dipenjara. Pelaku hanya perlu menjalani hukuman di luar penjara. "Yang penting dalam dua tahun dia tidak melakukan tindak pidana. Bila melakukan tindak pidana dihukum 1 tahun 6 bulan penjara," tuturnya. (Baca: Apa Beda Kasus Afriyani dengan Christopher)
Putusan ini, kata Made, bisa menjadi transenden terhadap kasus lain yang serupa. Pelaku penabrakan yang membuat nyawa orang melayang, kata dia, tidak dipenjarakan.
Padahal, menurut dia, kasus Christoper bisa dikenakan teori concursus. Artinya, dalam suatu tindakan yang menyebabkan kematian, karena kelalaian, dan pelanggaran lainnya. "Bisa dikenakan pelanggaran KUHP, lalu lintas, dan Undang-Undang Narkotik seharusnya," ujarnya. (Baca: Negatif Narkotik, Christopher Dijerat UU Lalu Lintas)
Made melanjutkan, putusan ini bakal mengecewakan masyarakat. Sebab, hukuman yang diberikan tidak sesuai dengan yang dilakukan. "Masyarakat bisa melihat bahwa tidak ada kepastian hukum atas masalah ini. Sebab, menyebabkan orang meninggal tapi hukuman hanya pidana bersyarat," tuturnya.
Made menjelaskan hukuman pidana bersyarat hanya diberikan pada tersangka yang tersangkut kasus ringan. Biasanya pelanggaran lalu lintas biasa, atau tindakan seseorang yang bisa membahayakan orang lain. "Tidak sampai membuat orang meninggal. Pidana bersyarat hanya untuk pelanggaran ringan. Bukan untuk kelalaian yang bikin orang meninggal," katanya.
Insiden kecelakaan beruntun itu terjadi pada 20 Januari 2015, ketika Christopher mengemudikan Mitsubishi Outlander milik temannya di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kebayoran, Jakarta Selatan. Dalam peristiwa itu, empat orang meninggal. (Baca: Ahli Hukum Kritik Pasal Penjerat Christopher)
Christoper menabrak sepeda motor Honda Beat dengan nomor polisi B-3060-BSN yang dikendarai Arifin, 39 tahun. Setelah menabrak Arifin, Christoper tetap melaju kencang. Di dekat halte Transjakarta dekat Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Christoper kembali menabrak mobil Avanza bernomor polisi B-1318-TPJ yang dikemudikan Rifki Ananta, 35 tahun.
Christoper lantas menabrak mobil pikap B-9852-AP yang dikemudikan Ade, 51 tahun, serta lima sepeda motor, yakni Vario B-3316-SPE, Vixion B-3981-SON, Supra X B-6684-TON, Mega Pro B-4492-RO, dan Vario B-6535-AM. Dalam kejadian itu, empat pengemudi sepeda motor meninggal, yakni Mustopa, Mayudin Herman, Wisnu Anggoro, dan Batang Onang.
IMAM HAMDI