TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjadi pertemuan yang sengit. Anggota Dewan dan Kepala Dinas Perhubungan Andri Yansyah saling sergah saat keduanya menyampaikan jawaban.
Rapat yang mulanya membahas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara APBD 2016 itu melebar hingga pembahasan keabsahan moda transportasi Go-Jek, GrabBike, dan taksi Uber. "Mengapa moda transportasi itu tak ditertibkan, padahal jelas-jelas melanggar hukum?" ujar anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Syahrial, di Kebon Sirih, Rabu, 16 September 2015.
Andri mengatakan Dinas sudah membuat satuan tugas khusus untuk menertibkan taksi Uber. Menurut dia, tim ini menggandeng Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Taksi Uber memang melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar mantan Sekretaris Kota Jakarta Timur itu.
Menurut dia, pelanggaran taksi Uber ialah tak memiliki badan hukum tapi menjalankan bisnis angkutan umum. Sejauh ini taksi Uber hanya mengandalkan aplikasi lewat telepon seluler, tapi tak kunjung berbadan hukum, sehingga Dinas menganggapnya sebagai angkutan ilegal.
Belum selesai menjelaskan, Muhammad Taufik, yang menjadi pemimpin Rapat Badan Anggaran, menyela. Menurut dia, pelanggaran tak hanya dilakukan taksi Uber, tapi juga Go-Jek dan GrabBike. "Berani tidak Anda umumkan ke publik bahwa Go-Jek dan kawan-kawannya itu ilegal," ujar Wakil Ketua DPRD DKI itu.
Menurut Andri, Dinas tak bisa menertibkan Go-Jek dan GrabBike. Sebab, masyarakat sekarang sedang membutuhkan moda transportasi yang identik dengan warna hijau itu. "Bisa ada gejolak sosial yang terjadi bila Dinas menertibkan Go-Jek dan GrabBike," ujarnya.
Tak hanya gejolak sosial yang terjadi, kerugian ekonomi bagi masyarakat kecil juga bisa langsung dirasakan. Sebab, Dinas tak bisa tebang pilih saat menertibkan Go-Jek dan GrabBike lantaran pihaknya juga harus menertibkan ojek konvensional. "Ini menyangkut mata pencarian masyarakat yang sudah puluhan tahun berprofesi tukang ojek," ujarnya.
Dia mengungkapkan sedang menggodok usul revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Andri menyebutkan konsep yang sedang ia pikirkan untuk mengakomodasi perkembangan Go-Jek ialah memasukkan aturan jasa angkutan perseorangan. Regulasi itu nantinya bisa melarang pengemudi ojek menunggu penumpang di satu tempat karena sudah terhubung dengan aplikasi. "Undang-undang, selama bukan kitab suci, masih bisa diubah seiring dengan perkembangan zaman," tuturnya.
RAYMUNDUS RIKANG