TEMPO.CO, Semarang - Panitia Pengawas Pemilu Kota Semarang , Jawa Tengah sudah beberapa kali menangani kasus dugaan pelanggaran dalam pemilihan walikota Semarang 2015. Dari lima kasus yang ditangani, tidak ada satupun yang bisa ditindaklanjuti hingga proses di pengadilan. “Meski secara nyata kasus pelanggaran kami yakini terjadi tapi sulit mencari pembuktian sesuai dengan regulasi,” kata Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Semarang Muhammad Amin kepada Tempo di Semarang, 18 September 2015.
Amin mencontohkan kasus praktik politik uang yang terjadi di Kecamatan Candisari. Dari keterangan saksi-saksi dan peristiwanya memang ada praktik pemberian uang. Bahkan, sudah ada orang yang bersaksi telah menerima. Tapi, pemberian itu dilakukan saat ada reses DPRD yang kebetulan mengundang seorang calon kepala daerah pada 31 Agustus lalu.
Kegiatan reses diganti oleh jadwal kampanye dialogis pasangan Hendrar Prihadi- Hevearita. Pembuktian semakin lemah karena uang itu berasal dari kantong pribadi seorang istri anggota tim pasangan calon bernama Ediningsih. Sementara yang masuk dalam tim adalah suaminya.
Sedangkan perempuan tersebut tidak masuk dalam daftar tim pasangan calon. Ediningsih itu memberikan uang untuk tujuan sedekah, tidak ada kaitannya dengan kampanye. Akibatnya, dugaan pelanggaran kampanye pemilihan sesuai Pasal 73 UU No 8 Tahun 2015 jo PKPU Nomor 7 Tahun 2015 Pasal 69, tidak terbukti.
Kasus lain adalah dugaan pelanggaran pemberian uang oleh pasangan calon nomor urut 1 Soemarmo HS kepada korban kebakaran di Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur pada Senin, 31 Agustus. Panwas sudah klarifikasi, baik saksi maupun terlapor, serta kajian fakta hukum. Hasilnya, tidak ada ajakan memilih dan tidak ada yang mengenakan atribut kampanye.
Kasus lain adalah dugaan pemberian sejumlah uang oleh ketua tim sukses Hendrar Prihadi, Supriyadi, kepada korban kebakaran di Bulu Lor, Kecamatan Semarang Utara, pada Senin, 31 Agustus. Dari hasil klarifikasi dan kajian Panwas Pemilihan Kota Semarang diperoleh kesimpulan tidak ada unsur kampanye dari kasus itu.
Kasus lain adalah dugaan penggunaan fasilitas negara saat pameran oleh calon wakil wali kota Hevearita Gunaryanti, di atrium lantai 1 Java Mall, Semarang. Dari hasil klarifikasi dan kajian disimpulkan tidak ada unsur kampanye dan penggunaan fasilitas negara.
Hevearita sebagai tamu undangan yang sudah dijadwalkan pada Januari lalu. Kasus terakhir adalah kegiatan calon Hendi menjanjikan modal kepada pedagang kaki lima (PKL) Tlogosari di rumah Ngadino, Jl Majapahit, pada 31 Agustus.Lagi-lagi, Panwaslu menyimpulkan tidak ada unsur menjanjikan modal karena hanya memaparkan janji program kerja.
Setelah selesai diusut, lima kasus dugaan pelanggaran itu dibawa ke rapat pleno tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Hasilnya, rapat menyepakati unsur alat bukti dan pembuktiannya tidak terpenuhi. “Bukti kasus dianggap lemah sehingga mentah,” kata Amin.
Amin menyatakan yang banyak adalah kasus pelanggaran praktik politik uang. Persoalannya, praktik pemberian uang dalam pilkada tidak ada aturan yang detail mengenai bentuk sanksinya. Selain itu, Gakumdu juga sulit menerjemahkan bunyi pasal di regulasi soal kategori politik uang.
Saat ini, Panwaslu Kota Semarang masih mengusut dua kasus dugaan pelanggaran lagi, yakni kasus politik uang di Nongko Sawit Kecamatan Gunung Pati dan kasus dugaan pelanggaran pelibatan pegawai negeri sipil memfasilitasi posko pemenangan calon di Kecamatan Banyumanik. “Saat ini masih menunggu klarifikasi dan menyusun kesimpulan,” kata Amin.
ROFIUDDIN