TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengeluhkan angka tax ratio Indonesia yang tergolong rendah dibanding negara-negara ASEAN lain. Ia menyebutkan tax ratio Indonesia hanya 11 persen atau lebih rendah ketimbang Malaysia, yang saat ini 16 persen. "Singapura bahkan mencapai 18 persen," katanya, dalam forum Chief Financial Officer (CFO) BUMN, di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2015.
Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB). Semakin kecil angka tax ratio, kata Sigit, berarti semakin rendah tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar pajak. Karena itu, Direktorat Jenderal Pajak mengambil peluang untuk menjadikan tahun ini sebagai tahun pembinaan pajak.
Sigit menjelaskan, jika dilihat dari pertumbuhan alami yang mencapai 10 persen, seharusnya tax ratio Indonesia bisa tumbuh 15 persen. "Kalau dihitung, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen dan inflasi 4,7 persen, kami yakin bisa menambah 5 persen dari potensi-potensi yang belum tergali."
Tambahan pertumbuhan sebesar 5 persen tersebut, Sigit melanjutkan, bisa diperoleh melalui penertiban aturan serta kegiatan penagihan. Ia optimistis potensi itu bisa tergali.
"Kalau tax ratio 11 persen, wajarnya pertumbuhan 15 persen. Berarti kita kekurangan 4 persen? Nah 4 persen itu, kalau sekarang Dirjen Pajak mengumpulkan Rp 10 ribu triliun, berarti setiap tahun kita ada Rp 400 triliun yang tidak tergali. Itu yang coba kami kejar," ucapnya.
MAYA AYU PUSPITASARI