TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto ditemani Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah menonton pentas budaya bertajuk Peduli Bangun Majapahit. Acara yang disponsori Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga dihadiri Ketua Harian Koalisi Merah Putih Idrus Marham.
Pentas budaya digelar di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Sutradara Teguh Kenthus Ampiranto mengemas pertunjukan itu dengan pendekatan seni rakyat, ketoprak. Sejumlah seniman peran dan pesohor seperti Butet Kartaredjasa, Titiek Puspa, dan Bambang Pamungkas dilibatkan sebagai aktor pendukung acara.
Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri mengisi kursi bagian tengah. Ia didampingi Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, dan Menteri Sekretaris Negara Pramono Anung.
Aksi panggung diawali adegan saat Raja Singosari, Prabu Kertanegara, dilanda aksi kudeta Jayakatwang. Singgasananya runtuh saat itu. Anaknya, Tribuana, dan menantunya, Raden Wijaya, menyusun strategi mengembalikan kekuasaan dengan memanfaatkan bantuan pasukan Mongol. Jayakatwang berhasil mereka tumbangkan, maka berdirilah Kerajaan Majapahit.
Di puncak kekuasaannya, Raden Wijaya kembali diterpa badai politik dari orang-orang kepercayaannya. Begitupun saat Majapahit diwariskan kepada anaknya, Jayanegara. Kekuasaan yang berakhir dengan aksi saling bunuh itu baru stabil setelah Majapahit dipimpin Tribuana Tungga Dewi dengan kawalan Mahapatih Gadjah Mada. Sejak itu, terpatri ikrar menyatukan Nusantara.
Meski banyak disuguhi adegan mencekam, narasi sejarah itu terasa ringan dan menghibur. Para penonton sesekali disuguhi percakapan situasi politik nasional dengan guyonan segar seperti pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh Ketua DPR Setya Novanto terkait dengan perpanjangan kontrak PT Freeport. Setya duduk sederet dengan Megawati yang hanya tersenyum kecut.
Megawati menjelaskan, pentas budaya kali ini merupakan cermin sejarah yang menggambarkan pergulatan politik di masa lalu. Peralihan kekuasaan kala itu kerap mempertontonkan pertempuran. "Ini kan sebuah pergumulan. Kalau untuk bangsa dan negara pasti selalu ada solusinya. Dan solusi akhirnya selalu membawa kebaikan," katanya.
RIKY FERDIANTO