TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan melakukan efisiensi penyelenggaraan program sejuta rumah melalui perampingan perizinan dan keringanan pajak. Kebijakan ini juga bakal diikuti dengan akses ketersediaan dana murah jangka panjang.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan masalah daya beli menjadi isu utama dalam penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan harga properti sangat ditentukan oleh biaya produksi termasuk perizinan dan pajak.
Akibatnya, harga rumah melambung dan sulit dijangkau kalangan berpenghasilan rendah. Untuk mengatasinya, kata dia, pemerintah secara bertahap menyediakan skema tabungan perumahan rakyat atau tapera yang nantinya akan menjadi solusi dana jangka panjang.
“Pemerintah sudah komit untuk menghapus segala macam bentuk inefisiensi, termasuk perizinan dan pajak yang tidak seharusnya," Maurin, Selasa, 23 Februari 2016. "Tapi kita harus lihat ini secara komprehensif dan jauh ke depan, sehingga kita juga siapkan tapera.
Pemerintah saat ini sudah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen untuk rumah MBR, baik tapak maupun vertikal. Untuk tapak, batasan harga disesuaikan per wilayah, sementara untuk vertikal ditetapkan sebesar Rp 250 juta. Pajak penghasilan atau PPh yang dibebankan kepada pengembang pun sudah diturunkan hingga menjadi 1 persen. “Yang menengah sama atas nanti teman-teman dari Kementerian Keuangan yang analisisnya,” kata Maurin.
Menurut dia, pemerintah tengah mengkaji pula pembebasan biaya IMB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang selama ini juga menambah biaya produksi. Pemerintah saat ini tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meringankan beban produksi perumahan.
Program sejuta rumah ditetapkan sebagai salah satu proyek strategis nasional berdasarkan menandatangani Perpres 3/2016 dan Inpres 1/2016 pada Jumat, 8 Januari 2016. Keduanya tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Implikasi penetapan tersebut, pemerintah daerah wajib memberi dukungan penuh bagi suksesnya program tersebut, termasuk penyesuaian regulasi daerah dan berbagai keringanan lain dalam pelaksanaan program sejuta rumah.
Sebelumnya, Ketua Pusat Studi Hukum Properti Indonesia (PSHPI) Erwin Kallo mengungkapkan, pemerintah harus mengikhlaskan sumber pendapatan dari pajak dan biaya perizinan perumahan demi mendukung program sejuta rumah. Menurut dia, pemerintah harus adil kepada dunia usaha bila ingin membebankan iuran tapera kepada pengusaha. Pemerintah juga harus siap berkorban.
“Kewenangan utama pemerintah itu ada di pajak dan perizinan. Kalau mau konsisten terhadap tugas pemerintah untuk siapkan rumah, pemerintah harus ikhlaskan pajak dan biaya perizinan,” katanya.