TEMPO.CO, Bandung - Kacamata hitam biasa dinyatakan tidak aman dipakai untuk melihat proses gerhana matahari total dan parsial yang akan melintasi wilayah Indonesia pada 9 Maret 2016. Alasannya menurut tim dokter Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, kacamata hitam komersil yang banyak dijual di pasaran tidak memiliki filter sinar ultraviolet dan infrared yang sesuai.
Tim yang terdiri dari Iwan Sovani, Arief Kartasasmita, Erwin Iskandar, Rova Virgana, dan Ratu Puri Paramita, menyebutkan menatap matahari secara langsung termasuk saat gerhana parsial ataupun total, berisiko merusak mata pengamat.
Kerusakan mata saat menatap matahari atau proses gerhana secara langsung tanpa alat khusus itu disebut solar eclipse retinopathy. Dampak paling buruk bisa menyebabkan retina rusak berat dan permanen.
Ketua tim dokter Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, Iwan Sovani mengatakan, gejala kerusakan mata itu seperti penglihatan buram, terdapat skotoma atau bayangan hitam yang menutupi pandangan, metamorphopsia atau melihat garis lurus menjadi bengkok, atau melihat benda menjadi lebih besar atau kecil. "Selain itu terjadi gangguan penglihatan warna, silau, dan sakit kepala," katanya kepada Tempo.
Gangguan penglihatan pada solar eclipse retinopathy karena sinar matahari seperti ultraviolet dan infra merah dengan intensitas tinggi masuk melalui lubang pupil kemudian difokuskan di retina. Terpaan sinar itu, kata Iwan, dapat meningkatkan suhu retina hingga 10-25 derajat Celcius. "Peningkatan suhu 4 derajat saja dapat meningkatkan radikal bebas dan kerusakan terhadap sel fotoreseptor di retina," katanya.
Menatap matahari kurang dari satu menit sudah cukup merusak mata. Alat yang aman untuk melihat gerhana matahari yaitu kacamata khusus yang dilengkapi filter sinar ultraviolet dan infra merah yang mengandung lapisan tipis aluminium, chromium, atau perak.
ANWAR SISWADI