TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf, berada jauh dari lokasi eksekusi warga Kanada, John Ridsdel. Anggota tubuh Ridsdel, salah satu dari empat sandera, yang diculik militan Abu Sayyaf pada September 2015, dilemparkan dua orang tak dikenal kepada anak-anak sekolah yang sedang bermain bola di Pulau Samal, Filipina Selatan.
"Koordinasi kita dengan Filipina sangat baik, apa pun selalu dikomunikasikan. Mereka sudah memberi tahu bahwa posisi para WNI berbeda dengan lokasi jenazah (Ridsdel)," kata Arrmanatha dalam media briefing rutin di Ruang Palapa, Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis, 28 April 2016.
Pemerintah Indonesia menilai pemerintah Filipina serius mengupayakan keselamatan 14 WNI yang jadi sandera dalam dua kasus perompakan Abu Sayyaf yang berbeda. Kasus pertama menimpa sepuluh WNI anak buah kapal Brahma 12 terjadi pada akhir Maret 2016. Sedangkan kasus kedua terjadi pada kapal Christy dan Henry, pada 15 April lalu. Dalam peristiwa itu, empat WNI selamat, satu terkena luka tembak, dan empat disandera.
"Menlu Retno Marsudi, setiap hari berkomunikasi via telepon maupun pesan teks dengan Menlu Filipina untuk memantau kondisi WNI, tanpa henti," kata Arrmanatha.
Arrmanatha mengatakan Kemenlu tak pernah mengungkit soal tenggat waktu dan uang tebusan yang ramai diberitakan di media, baik asing maupun nasional. "Saya tegaskan, kami tak pernah menyebut ada tenggat waktu apalagi keterangan terkait uang tebusan," ujarnya.
Ia membenarkan informasi bahwa lokasi para sandera selaku berubah-ubah. Hal ini pun sempat disampaikan Presiden Joko Widodo, Selasa, 26 April 2016. "Operasi militer memang sering terjadi, posisi mereka berpindah terus, tapi kami sangat up to date soal apa yang terjadi di sana," katanya.
YOHANES PASKALIS