TEMPO.CO, Surabaya - Bekas Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Haryono, yang menjadi otak pembunuhan Salim Kancil, divonis 20 tahun penjara. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis, 23 Juni 2016, itu lebih ringan daripada tuntutan seumur hidup oleh jaksa penuntut umum Naimullah.
Majelis hakim, yang diketuai Jihad Akranuddin, mempunyai pertimbangan sendiri atas vonis lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Menurut juru bicara Pengadilan Negeri Surabaya, Efran Basuning, perencanaan yang dilakukan Haryono sangat tipis. Dia membenarkan perencanaan tapi tidak dilakukan dengan rapi dan terorganisasi. Haryono berkomunikasi dengan massa sehingga mengakibatkan kericuhan sampai terjadi pembunuhan. "Perencanaan ada, tapi tipis," kata Efran.
Adapun jaksa Naimullah mengatakan akan pikir-pikir atas putusan itu. "Kami pikir-pikir," ujar dia setelah vonis dibacakan. Naimullah belum bisa berkomentar banyak perihal vonis hakim yang lebih ringan dibanding tuntutannya itu. Menurut dia, pertimbangan hakim tidak ada yang berbeda dengan pertimbangan dalam tuntutan yang dia ajukan. Semua unsur dalam Pasal 340 dan 170 KUHP terpenuhi.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan adanya rapat pihak pendukung pertambangan untuk menghadang demo penolak tambang pasir. Warga pendukung tambang itu dipimpin Haryono selaku kepala desa. Keesokan harinya, Salim dibunuh di balai desa dan diseret hingga kuburan. Adegan tersebut disaksikan guru TK Khosidah, yang kebetulan melintas di tempat itu. Sedangkan Tosan dianiaya di rumahnya sehingga mengalami luka berat.
Mendengar putusan hakim, Haryono tertunduk lesu. Selain vonis 20 tahun penjara, ia didenda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Denda itu dijatuhkan kepadanya atas kasus pertambangan ilegal dan tindak pidana pencucian uang. Pengacara Haryono, Budi Setijono, mengatakan akan pikir-pikir atas vonis itu.
Salim Kancil bersama Tosan merupakan aktivis penolak tambang pasir di kawasan Pantai Watu Pecak, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur. Karena penolakan itu, puluhan warga mengeroyok dua aktivis tersebut di balai desa Selok Awar-Awar pada 26 September 2015. Akibat pengeroyokan itu, Salim Kancil tewas seketika. Tosan luka-luka dan sempat dirawat di RS Syaiful Anwar, Kota Malang.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH