TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu orang tua pasien Rumah Sakit Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur, menduga anaknya telah menjadi korban vaksin palsu sehingga saat ini tumbuh kembang anaknya terganggu. Ridsa, orang tua itu, mengungkapkan anaknya sakit diare dan panas setelah menjalani vaksin di rumah sakit tersebut pada akhir 2015. "Setelah periksa darah katanya banyak bakteri," katanya, Jumat, 15 Juli 2016.
Saat itu, Ridsa mengobatkan anaknya di Rumah Sakit Sentra Medika. Namun kondisi kesehatan anaknya terus mengalami gangguan hingga tidak bisa bicara meski saat ini usianya sudah mencapai dua tahun. "Sejak itu anak saya gak bisa bicara," ujar ibu muda itu.
Padahal, menurut Ridsa, anaknya pintar mengoceh ketika masih bayi. Ridsa baru sadar dan menduga anaknya mendapat vaksin palsu setelah marak sejumlah rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu.
Orang tua lain juga mengeluhkan adanya gangguan kesehatan pada anak mereka setelah diberi vaksin di Rumah Sakit Harapan Bunda. Intan Nugraha, 26 tahun, mengatakan kesehatan anaknya menurun sejak diberi vaksin pada April 2016. "Anak saya antibodinya jadi menurun," katanya. "Sudah tiga kali bolak-balik masuk UGD sejak April."
Intan menduga anaknya juga mendapat vaksin palsu. Intan berkisah bahwa anaknya saat itu diantar oleh orang tua Intan untuk vaksinasi. Setelah disuntik, barulah suster rumah sakit memberi tahu bahwa pembayaran dilakukan dengan struk pribadi. Suster itu kemudian memberi struk dengan cap pribadi dokter.
Orang tua Intan lantas diminta membayar Rp 1.750.000 untuk satu vaksin. Namun di struk hanya ditulis Rp 750 ribu. "Suster bilang satu jutanya akan dibayarkan langsung ke kasir," ujar Intan. Kala itu Intan dan keluarga tidak curiga karena mereka berpikir harga yang mahal akan diiringi dengan jaminan kualitas.
IDKE DIBRAMANTY YOUSHA | AS