TEMPO.CO, Pacitan - Dua perempuan berkewarganegaraan asing muncul dari tepi Samudera Hindia. Tubuh dan bikini yang mereka kenakan tampak basah. Kedua perempuan berkulit putih itu dengan santai berjalan lalu duduk di bibir pantai hanya beralaskan pasir putih.
Pantai Watukarang di Desa Watukarung, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Jumat siang, 19 Agustus 2016, itu dipenuhi orang-orang asing. Desa itu berjarak sekitar 25 kilometer di sisi barat Kota Pacitan. Selain kedua perempuan asing tadi, turis mancanegara lainnya juga terlihat berjemur melawan teriknya matahari.
Sebagian tampak mengenakan bikini. ‘’Tempat ini indah apalagi saat ada ombak besar,’’ kata Steve salah seorang turis asing dalam bahasa Inggris.
Ombak dengan tipe reef break dan dasar laut berupa batu karang menjadi daya tarik Pantai Watukarung bagi peselancar internasional. Mereka berdatangan mulai 2007. Keindahannya tersebar lewat jejaring sosial antar peselancar lokal dan luar negeri. Bruce Irons, juara Rip Curl Search 2008, sempat menjajal ombak di pantai tersebut.
Sejak saat itu, Pantai Watukarung kian populer di kalangan surfer luar negeri. Mereka datang dari Prancis, Amerika Serikat, Australia, dan Spanyol. ‘’Mereka (surfer) biasanya ramai datang ke sini pada April sampai Oktober saat ombaknya besar. Ombak di sini dikenal memiliki dua arah gelombang,’’ ujar Rumsetiasih salah seorang warga desa.
Kedatangan peselancar asing berdampak pada peningkatan ekonomi warga desa. Menurut Asih, panggilan Rumsetiasih, sejumlah warga desa membuka warung untuk menjajakan makanan dan minuman di kawasan pantai. Hasil kerajinan batik setempat juga ditawarkan di sejumlah kios milik warga.
Selain itu, Asih melanjutkan, sejumlah pengusaha telah mendirikan 21 homestay. Pemiliknya bahkan orang asing yang meminjam nama orang Indonesia untuk membeli tanah. Berdasarkan data dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Pacitan pemodal asing itu menjalankan usaha penginapan dan peralatan surfing.
Masuknya penanam modal asing mampu membuka lapangan kerja baru dan mengangkat nama Pantai Watukarung. ‘’Sekarang (Pantai Watukarung) lebih terkenal sebagai lokasi wisata. Kalau dulu hanya dikenal sebagai tempat pelelangan ikan,’’ ucap Asih yang juga memiliki penginaan di sana.
Di saat roda perekonomian di kawasan wisata itu mulai berjalan kencang, warga desa harus dihadapkan sesuatu yang membuat risih. Asih kerapkali mengelus dada ketika melihat sepasang turis asing berciuman mesra di warung makan.
Dia tidak kuasa menegur mereka karena hal itu dianggap sudah menjadi budaya mereka. ‘’Bukan porsi saya (untuk menegur), ya kalau mereka bisa menerima,’’ ujar dia.
Selain itu, Asih dan warga lain seringkali melihat perempuan asing hanya mengenakan bikini di luar bibir pantai. Bahkan, si perempuan itu juga masuk ke perkampungan. Asih mengkhawatirkan fenomena itu akan berdampak negatif bagi anak-anak yang melihat.
Kepala Desa Watukarung Wiwid Pheni Dwiantani, mengatakan untuk menghindari dampak negatif dari perkembangan pariwisata pihaknya telah menjalankan beberapa langkah. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) bersama pemerintah desa telah memasang beberapa rambu larangan bagi turis mengenakan bikini di luar bibir pantai. ‘’Bikini hanya boleh dipakai di titik-titik khusus seperti di lokasi yang terhalang pohon cemara,’’ kata Wiwid.
Selain itu, pihak pemerintah desa juga mulai memperketat pendataan wisatawan asing. Pengelola homestay diwajibkan memberikan laporan data para pengunjungnya ke perangkat desa. Pengawasan juga dilakukan secara intens. Ini supaya bikini tetap bisa dipakai, namun Pantai Watukarang tetap populer dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
NOFIKA DIAN NUGROHO