TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengajak penyelenggara negara ikut serta dalam program pengampunan pajak (tax amnesty). Ia beralasan undang-undang pengampunan pajak tidak menyasar kalangan pelaku usaha saja tapi berlaku untuk semuanya. "Karena berlaku untuk semua tidak boleh ada diskriminasi," kata Pramono di Kantor Sekretariat Kabinet, Jakarta, Kamis, 15 September 2016.
Keterlibatan penyelenggara negara dalam program tax amnesty, ucap Pramono, diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada publik. Kendati diprediksi tebusan dari penyelenggara negara tidak akan sebesar dari kalangan dunia usaha, pemerintah ingin memberi keyakinan kepada publik bahwa program tax amnesty ingin berjalan dengan sukses dan baik.
Baca Juga: Ikut Tax Amnesty, Tommy Soeharto Senyum
Salah satunya, kata Pramono, ialah dengan memulai di lingkaran terdekat presiden. Pramono mengapresiasi penyelenggara negara yang sudah mengikuti program tax amnesty. Penyelenggara negara harus jadi model. "Tidurnya lebih nyenyak dan tenang," ucap politikus asal PDI Perjuangan itu.
Dari laporan Kementerian Keuangan per Kamis, 15 September 2016, jumlah tebusan tax amnesty mencapai Rp 11,2 triliun. Namun dari laporan Direktorat Jenderal Pajak yang diterima Pramono Rabu pagi ini jumlah tebusan mencapai Rp 19,4 triliun. Menurut dia, perbedaan data itu disebabkan karena proses tebusan yang membutuhkan waktu tiga hari.
Simak: Ikut Amnesti Pajak, Erick Thohir Laporkan Aset Saham
Staf Ahli Kementerian Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan kehadiran undang-undang tax amnesty disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah melambatnya perekonomian global. Lesu perekonomian membuat sektor penerimaan negara pun tertekan. Sementara pemerintah tengah giat mengejar pembangunan infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan.
Pemerintah, lanjut Suryo, berupaya meningkatkan penerimaan negara diantaranya dengan memanfaatkan aset atau dana-dana warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri. "Makanya ada tax amnesty agar aset di luar bisa masuk lagi ke Indonesia."
ADITYA BUDIMAN