TEMPO.CO, Jakarta - Anak seringkali bicara sendiri saat bermain sendirian. Seolah ada teman yang menemaninya. Hal ini adalah wajar, anak kecil mempunyai teman khayalan. Namun perilaku ini jadi tak wajar jika anak kelihatan menarik diri dari pergaulan. Misalnya, ketika anak sudah masuk sekolah dasar, semestinya sudah memiliki banyak teman nyata. Dalam usia itu, waspadai jika anak masih sering bermain dengan teman khayalannya.
Saat usia 3-4 tahun, cobalah memahami teman khayalan si anak dan ikut berinteraksi. Melarang atau menekan demi menghilangkan teman khayalan anak bisa membuat anak frustrasi dan menghambat kreativitasnya. "Lakukan secara bertahap," kata psikolog Endang Kamuljan.
Ketika usia sekolah dasar, beri pengertian bahwa anak memiliki banyak teman lain yang nyata. Teman khayalan bukan tempat bergantung. Dampingi anak hingga tak asyik dengan teman khayalannya.
Profesor Marjorie Taylor dari University of Oregon, penulis buku Imaginary Companions and the Children Who Create Them, meneliti 100 anak usia prasekolah. Penelitian dilakukan lagi saat anak-anak itu berusia 6 dan 7 tahun. Taylor menemukan beberapa fakta seputar teman khayalan, seperti:
-Kadang teman khayalan cuma permainan menyenangkan, bukan indikasi kekosongan emosional.
-Sebanyak 65 persen dari anak yang diteliti pernah memilikinya.
-Anak ekstrover lebih sering punya teman khayalan.
-Si teman tak selalu anak sebaya. Bisa manusia, bayi mungil, atau hewan piaraan yang ajaib.
-Teman khayalan sering kali panutan atau idola, tak selalu kambing hitam kelakuan negatif anak.
-Anak paham teman khayalan tak nyata. Mereka tak kebingungan antara fantasi dan kenyataan.
-Teman khayalan bisa bertahan hingga anak besar.
Berita lainnya:
Si Kecil Bicara Sendiri, Tanda Dia Punya Teman Khayalan
Jangan Terkecoh Anak Ngambek dan Berbohong, Itu Manipulasi
Pentingnya Sosok Ayah bagi Anak