Kerusuhan di Jatiwangi diduga sebagai akibat aksi mogok itu. Ada beberapa versi tentang penyebab rusuh di Jatiwangi. Namun menurut salah seorang pasukan anti huru-hara yang ditugaskan di Jatiwangi, mogoknya sarana angkutan telah mengundang sejumlah besar massa yang mendapat isu di Jatiwangi akan terjadi rusuh. Walau tak ada yang terjadi, mereka tetap berkerumun di sisi jalan. Karena massa tidak melakukan perusakan, satu kompi pasukan anti huru-hara yang ditugaskan hanya diam mengawasi massa. Saat itulah muncul sekelompok aparat berpakaian loreng, bersenjata rotan dan mengendarai sepeda motor trail. Mereka memukuli massa yang berkumpul dengan rotan dengan tujuan supaya massa bubar.
Akibat tindakan arogan itulah massa naik pitam. Karena aparat bermotor trail itu lekas menghilang, massa melampiaskan marahnya pada pasukan anti huru-hara dan merembet dengan melakukan perusakan, penjarahan dan pembakaran toko-toko di perempatan Lanu S. Sukani dan Jalan Raya Timur serta Raya Barat Jatiwangi. Lima toko dibakar, dua gereja hancur, puluhan rumah rusak serta tujuh motor dan lebih dari 100 sepeda dibakar dijalan.
Versi lain menyebutkan kerusuhan timbul karena massa mengeluhkan harga onderdil kendaraan bermotor naik tajam. Belum lagi naiknya harga sembilan bahan pokok yang dirasa massa makin mencekik leher. Karenanya mereka melakukan penjarahan yang berlanjut dengan perusakan dan pembakaran.
Yang jelas, sasaran perusakan dan pembakaran adalah toko milik non pribumi,hingga hampir seluruh toko di Jatiwangi segera menutup tokonya dan tak lupa membuat tulisan yang menandakan pemilik toko tersebut adalah muslim atau pribumi. Terbukti, toko bertuliskan Islam, Pribumi atau Muslim tersebut aman dari amukan massa.
Walau Komandan Kodim Majalengka, letnan Hari Mujiarto, mengatakan pada Kompas (13/2) situasi keamanan di Jatiwangi bisa cepat ditanggulangi dua jam setelah kerusuhan, Nuramin, penjual sayuran di Pasar Ciborelang yang terletak di lokasi kerusuhan, mengatakan masih ada aksi pembakaran sejumlah gudang walau tak sempat meluas pada pukul 06.00 pagi Sabtu (14/2) lalu.
Kadipaten Turut Rusuh
Menyusul keributan besar di Jatiwangi, Minggu (15/2) pukul 12.00 siang, kadipaten yang berjarak kurang lebih 12 km dari lokasi kerusuhan Jatiwangi mengalami hal serupa. Lima puluh orang massa yang berkumpul mampu menyeret ratusan massa lain hingga memenuhi perempatan Jati Tujuh dan Jalan Raya Timur Kadipaten.
Menurut Agus yang seorang pengemudi ojek, sejumlah besar polisi, tentara termasuk polisi berpakaian preman sudah berjaga-jaga di Kadipaten sejak pagi hari, karena telah ada pembakaran gudang teh Sosro dan Coca Cola serta gudang kecap hari Sabtu (14/2) lalu. Maka toko-toko memilih untuk tutup esok harinya dan tak lupa memajang tulisan "Islam", "Muslim" atau "Pribumi" di depan tokonya.
Menurut Sustono, seorang warga sekitar yang mengaku turut bergabung dengan massa aksi perusuh, massa datang dari arah Majalengka dan berbaur dengan massa yang menonton dari trotoar, hingga Jalan Raya Timur dan Jalan Raya Barat Kadipaten dijejali hampir seribu orang. Toko-toko dijarah, dirusak dan dibakar massa---lagi-lagi--adalah toko milik non-pribumi. Tak kurang dari sepuluh toko dibakar. Antara lain toko kelontong, mini market, toko onderdil dan toko sepeda. Lebih dari 50 buah sepeda dibakar di Jalan. termasuk sejumlah kendaraan beroda dua.
Hingga Minggu malam, pukul 19.30, api merah masih menyala di Kadipaten. Menurut Saptono, petugas parkir, kerusuhan sempat berhenti pukul 14.00 dan kendaraan jalur Bandung-Cirebon mulai boleh lewat setelah sebelumnya dialihkan melalui Desa Ujung Jaya, Cijelet. Tiba-tiba kerusahan mulai lagi pukul 14.30 . Terjadi pembakaran kembali atas sejumlah toko. Akhirnya massa bubar setelah diusir dengan gas air mata.
"Waktu dihalau petugas, massa bubar. Tapi muncul kembali di titik lokasi lain. Polisi menghalau lagi, massa muncul lagi di titik lain pula. Sepertinya massa lebih pintar dari polisi," ujar Agus kepada TI. Namun ia mengeluhkan kerusuhan yang marak di Majalengka ini. Akibat kejadian itu ia tak bisa membeli onderdil yang diperlukan untuk ojeknya, hingga ia terpaksa membelinya di kampung. "Harganya mahal sekali," keluhnya.
Kapolres Majalengka, Letkol. Pol. Drs. Toto Adi Kuncoro, menegaskan belum ada indikasi adanya muatan politis atas kerusuhan di wilayahnya. Tapi limabelas orang yang diduga pelaku kerusuhan telah diciduk dan disidik. "Kalau memang terbukti mereka tidak terlibat, untuk apa ditahan lama-lama?" tambahnya kemudian.
(pipit)