Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

China Dituduh Terus Lakukan Pencurian Kekayaan Intelektual

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

China terus mencuri kekayaan intelektual dari negara lain, menurut laporan pekan ini - tetapi seorang pakar keamanan siber mengatakan itu bukan masalah sebenarnya.

Sebuah laporan yang dirilis minggu ini oleh Australian Strategic Policy Institute (ASPI) mengatakan bahwa China jelas, atau mungkin, melanggar perjanjian bilateral spionase siber.

Baca Juga:

Dan lembaga itu memperingatkan bahwa jika Australia tidak meningkatkan tekanan, China tidak mungkin berhenti.

Taruhannya tinggi

"Pada dasarnya, ini adalah sumber kehidupan ekonomi," kata Fergus Hanson, kepala Institute International Cyber Policy Centre.

Jika ide dari perusahaan atau universitas dicuri, produk dapat diproduksi oleh perusahaan di China tanpa perlu membayar biaya penelitian dan pengembangan.

Baca Juga:

Perusahaan-perusahaan yang pada awalnya merancang produk-produk itu dapat dikalahkan dan tutup.

Hanson mengatakan ia berbicara kepada banyak pejabat pemerintah dan industri saat melakukan penelitian.

"Perusahaan yang melakukan penelitan dan pengembangan (R&D) pada dasarnya menyimpan informasi tentang komputer di kantor pusat mereka atau di seluruh dunia, dan karena terhubung melalui internet ke China, China dapat mengaksesnya dari jarak jauh."

Laporan Institute melihat kejadian dari Amerika Serikat, Jerman dan Australia.

Ini termasuk serangan spionase dunia maya terhadap Rio Tinto, dan Biro Meteorologi pada tahun 2015 oleh seorang agen intelijen asing, dilaporkan sebagai orang China.

"Sudah jelas bahwa China sebenarnya terus mencuri kekayaan intelektual, meskipun dengan taktik yang sedikit berbeda dari sebelumnya," kata Hanson kepada The World Today.

"China mempersempit targetnya dan memukul lebih sedikit perusahaan, tetapi masih melanjutkan aktivitas," katanya.

'Pemerintah AS melakukan hal yang sama'

Tetapi Profesor Greg Austin dari UNSW Canberra Cyber mengatakan bukti bahwa informasi yang diterapkan di pasar untuk keuntungan komersial "sangat tipis".

"Laporan ASPI hampir tidak memberikan bukti di ranah publik tentang kasus signifikan di mana pemerintah China telah mencuri informasi komersial sejak 2015 dan meletakkannya untuk keuntungan perusahaan sektor swasta China."

Sebagai contoh, dia mencatat, United States Steel Corporation dan Westinghouse, dua perusahaan yang disebutkan dalam surat dakwaan di AS, sebenarnya tidak mengalami kerugian komersial.

"Jadi gambarannya tidak benar-benar apa yang ASPI dan yang lain sampaikan - salah satu penurunan keunggulan kompetitif perusahaan-perusahaan Barat karena apa yang terjadi. Itu bukan kenyataan."

Profesor Austin menggambarkan spionase industri hanya sebagai bagian normal dari hubungan internasional - dipraktekkan oleh China, tetapi juga oleh Amerika Serikat, Prancis dan Israel.

"Jika Anda melihat bagan organisasi CIA, Anda akan melihat bahwa dua dari empat direktur intelijennya terlibat dalam spionase ilmiah, teknis dan ekonomi," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Saya yakin bahwa Pemerintah China terus terlibat dalam spionase kekayaan intelektual; saya yakin bahwa Pemerintah AS melakukan hal yang sama."

Logo CIA
Spionase kekayaan intelektual tidak hanya dilakukan oleh China, Central Intelligence Agency (CIA) juga memiliki bagian untuk aktivitas ini.

ABC News: Nic MacBean

Hal lebih besar yang perlu dikhawatirkan

Profesor Austin mengatakan beberapa praktik bisnis yang legal di China adalah masalah yang lebih memprihatinkan.

"Masalah kebijakan yang lebih besar yang dimasukkan Pemerintah AS dalam agenda dalam laporan khusus pada Maret tahun ini ... adalah kebijakan Cina menekan perusahaan asing yang berinvestasi di China untuk menyerahkan kekayaan intelektual mereka ... di bawah hukum Tiongkok," katanya.

"Ini adalah bagian dari kampanye pribumisasi Pemerintah China.

"Mereka telah memutuskan bahwa mereka tidak dapat mengunci perusahaan teknologi asing karena mereka sangat membutuhkannya."

Tetapi jika mereka harus menghadapi mereka, maka mereka akan menuntut rezim yang memungkinkan transfer kekayaan intelektual mereka secara lebih komprehensif melalui perjanjian kemitraan baru dan berbagi perjanjian dengan perusahaan domestik China."

Presiden AS Donald Trump telah menjatuhkan sanksi pada perusahaan China karena kebijakan itu, kata Profesor Austin.

ASPI memperingatkan bahwa negara-negara seperti Australia, AS dan Jerman perlu berbuat lebih banyak untuk menghentikan ancaman tersebut.

Hanson mengatakan negara-negara harus bersatu untuk meningkatkan tekanan pada China.

"Kita perlu mulai memasukkan masalah ini ke agenda internasional, memasukkannya ke dalam agenda dengan China ... dan jika tidak merespons, berusaha untuk membebankan biaya pada China atas perilaku itu."

Karyawan Rio Tinto, Stern Hu yang ditahan.
Karyawan Rio Tinto, Stern Hu yang ditahan.

ABC News

Tapi Profesor Austin mengatakan Pemerintah Australia akan lebih baik menempatkan upaya kebijakannya untuk melindungi perusahaan dari pemaksaan oleh China, daripada berfokus pada "kasus spionase dunia maya yang hampir tidak terbukti untuk keuntungan komersial".

"Saya pikir Pemerintah Australia perlu berada di belakang perusahaan Australia dan melindungi mereka dari tekanan yang sama yang datang pada perusahaan-perusahaan AS yang menyerahkan kekayaan intelektual jika mereka ingin berinvestasi di China," katanya.

"Saya pikir kita perlu mengalihkan pembicaraan sedikit dari apa yang disampaikan ASPI hari ini dengan merilis laporannya."

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada