Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Kisah Korban Selamat Ledakan Pabrik Kembang Api

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Dalam usianya yang baru 16 tahun, Tanzil Alil Umam tak lebih dari seorang remaja, yang menangis menahan nyeri. Dia kini terbaring di rumah sakit, setelah menderita luka bakar akibat ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, akhir Oktober 2017.

Saudaranya duduk di sampingnya, sesekali menyeka air mata yang terus mengalir membasahi pipi Tanzil.

Baca Juga:

Ketika jurnalis ABC tiba di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, pakn lalu, Tanzil baru saja selesai menjalani operasi keenam pada luka bakar yang dideritanya.

Tanzil bisa dibilang beruntung karena selamat dari kebakaran yang menewaskan lebih dari 50 pekerja yang kebanyakan wanita.

Tanzil Alil Umam lies in a hospital bed with bandages on his head
Tanzil sejauh ini telah menjalani enam kali operasi.

ABC News: Phil Hemingway

Baca Juga:

Luka bakar yang diderita Tanzil sangat parah - kepala, lengan dan punggungnya - dan sampai saat ini dia berjuang keras menahan rasa sakitnya itu.

Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang tidaklah memiliki unit khusus bagi pasien luka bakar, sehingga hanya menyediakan perawatan mendasar.

A man leans over his young brother lying in a hospital bed
Kebakaran pabrik menunjukkan kurangnya perlindungan pada pekerja di Indonesia.

ABC News: Phil Hemingway

Tanzil, pekerja remaja yang gajinya cuma setara $ 6 per hari, bersama 12 korban lainnya dibawa ke RS ini. Empat di antaranya sudah meninggal dunia.

"Baju, punggung dan rambut saya terbakar. Punggung dan tanganku yang saya gunakan memanjat pilar yang paling parah," ucapnya.

Tangis Tanzil terdengar di bangsal RS itu saat ABC menemui para korban selamat.

Young boy lies on a hospital bed with bandages all over his body
RSU Tangerang hanya bisa menyediakan pengobatan mendasar bagi korban kebakaran.

ABC News: Phil Hemingway

Kebakaran di pabrik kembang api itu kembali menunjukkan masih kurangnya perlindungan keselamatan bagi para pekerja di negara ini. Begitu pula dengan perundang-undangan keselamatan kerja yang masih di bawah standar.

Dan perawatan para korban selamat ini pun menunjukkan sistem kesehatan yang kurang memadai.

"Bajuku terbakar tapi saya tetap lari"

Korban lainnya bernama Anggi Aji Pangestu. Luka-lukanya bocor ke perban yang melilit sebagian besar tubuhnya.

Hampir tidak ada bagian tubuh anak muda berusia 18 tahun ini yang luput.

"Api, api... mereka berteriak," ujarnya.

Anggi Aji Pangetsu sits on a hospital bed wrapped up in bandages
Pabrik petasan tersebut hanya memiliki satu pintu untuk masuk dan keluar saat terjadinya kebakaran.

ABC News: Phil Hemingway

Dia juga bekerja di perusahaan kembang api miliki PT Panca Buana Cahaya Sukses itu dengan bayaran sekitar $ 6 per hari.

"Kebanyakan yang lari ke dalam gudang. Saya lari keluar. Jika saya lari ke dalam, tidak ada jalan untuk keluar," kata Anggi.

Pabrik itu ternyata hanya memiliki satu pintu masuk dan keluar yang terletak di bagian depan. Dan di situlah api diperkirakan mulai menyala. Para pekerja yang lari ke bagian belakang pun terjebak.

Menurut keterangan polisi, kebanyakan mayat yang ditemukan tertumpuk di bagian belakang di dalam pabrik itu.

Anggi Aji Pangetsu sits on a hospital bed wrapped in bandages as a woman pats his back
Anggi mengaku terpaksa menerobos kobaran api karena itulah satu-satunya cara menyelamatkan diri.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

ABC News: Phil Hemingway

Anggi menceritakan, dia saat itu berpikir jika ikut ke bagian belakangi, dia akan mati. Makanya, dia pun terpaksa menerobos kobaran api.

"Saya berlari dengan naluri, berlari, bajuku terbakar tapi saya tetap berlari," katanya.

A woman sits beside her son in hospital
Ibu Anggi menatap anaknya yang dirawat di RS. Anaknya yang lain, saudara Anggi, meninggal dalam kejadian itu.

ABC News: Phil Hemingway

Saudara Anggi yang juga bekerja di situ merupakana salah satu di antara korban meninggal. Bagi Anggi sendiri, luka yang dialaminya sangat parah sehingga sulit membayangkan bagaimana dia akan pulih sepenuhnya, jika melihat perawatan yang diterimanya sejauh ini.

Api, yang awalnya diperkirakan dari hubungan arus pendek, belakangan dipastikan disebabkan oleh percikan api dari las.

Bandaged feet hang over a hospital bed
Luka bakar yang dialami Anggi sangat parah sehingga sulit dibayangkan bagaimana dia akan pulih sepenuhnya.

ABC News: Phil Hemingway

Di kawasan miskin

Tangerang adalah kota satelit di pinggiran Jakarta. Pabrik kembang api di sana baru beroperasi beberapa bulan, di kawasan miskin dimana pekerjanya dibayar murah dan anak-anak mudah dieksploitasi.

Kebanyakan korban adalah kaum wanita dan remaja perempuan.

Widya Puspa Dewi sits on a hospital bed, her head covered by bandages and a headscarf
Widya Puspa Dewi mengingat kembali kengerian saat api mulai membakar pabrik itu.

ABC News: Phil Hemingway

Korban selamat lainnya, Widya (20), sedang mengepak saat kebakaran mulai terjadi. Dia mengingat kembali kengerian ketika orang-orang mulai menjerit minta tolong.

"Begitu panas terasa di tangan, kaki dan punggungku," katanya.

"Ada orang melemparkan tangga dari luar. (Dengan tangga itu) Saya langsung memanjat dinding," tambahnya.

A young woman sits on a hospital bed with a tray of food in front of her, her husband sits beside her
Widya Pupsa Dewi selamat dari kebakaran itu setelah mendapat bantuan tangga dari warga yang datang menolong.

ABC News: Phil Hemingway

Tanpa adanya pintu alternatif di pabrik itu, beberapa pekerja lainnya beruntung bisa diselamatkan warga setenpat dengan merobohkan dinding pabrik. Korban lainnya, seperti Tanzil, selamat dengan cara memanjat ke atap.

A man sits beside his wife's bedside in a hospital
Wahyu (suami Widya) menunggui istrinya yang dirawat di RS.

ABC News: Phil Hemingway

Apakah pemilik pabrik itu benar-benar akan bertanggung jawab atas kejadian ini, masih perlu ditunggu. Namun tampaknya, peristiwa ini tidak akan membuat tempat-tempat kerja lainnya di Indonesia langsung meningkatkan kondisi keselamatan kerja pegawainya.

Liputan media tentang peristiwa itu pun cuma berlangsung beberapa hari. Namun bagi para korban selamat, penderitaan mereka bisa berlangsung seumur hidup.

A hand with a drip attached to it rests in a red dress
Kebanyakan korban kebarakan pabrik petasan adalah kaum wanita dan remaja perempuan.

ABC News: Phil Hemingway

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada