Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Kades di Aceh Dipolisikan Karena Kembangkan Benih Padi Unggul

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Di provinsi Aceh seorang kepala desa peraih penghargaan inovasi Desa tingkat nasional terancam dipenjarakan karena inovasinya.

Kades Dipolisikan karena Kembangkan Benih Padi Unggul

Dipolisikan karena Kembangkan Benih Padi Unggul:

  • Tengku Munirwan di ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polda Aceh sejak sejak Selasa 23 Juli 2019
  • Ia menjadi tersangka karena memproduksi dan menjual bibit padi tanpa label atau belum bersertifikasi
  • Kasus itu dilaporkan pihak Kementerian Pertanian melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh

Ironisnya, kades berprestasi ini justru dipolisikan oleh otoritas yang seharusnya mengapresiasinya inovasinya dalam mengembangkan pertanian di desanya.

Baca Juga:

Kisah ironis ini dialami Tengku Munirwan, seorang petani sekaligus Kepala Desa (Keuchik) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara.

Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan memperdagangkan dan menyalurkan produk benih padi IF8 yang belum mengantongi sertifikat oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.

Zulfikar Muhammad, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh selaku pendamping hukum Tengku Munirwan mengatakan kliennya ditahan dalam posisinya sebagai Direktur PT Bumades Nisami, badan usaha yang didirikan masyarakat desa Meunasah Rayeuk untuk mendorong sektor pertanian di desanya.

Baca Juga:

Salah satu produk unggulan dari Bumades Nisami adalah benih padi IF8 yang dikembangkan Tengku Munirwan dengan kelompok tani di desanya dari benih padi bantuan dari pemerintah Aceh yang diberikan secara cuma-cuma.

"Di Aceh itu memang ada tradisi, hasil panen padi di bagi 2 satu dikonsumsi atau djiual, kemudian setengah disimpan dijadikan benih untuk penanaman berikutnya."

"Ketika hasil panen padi tersebut bagus, pak Munirwan lalu mengembangkannya, dia menyortir benih itu dan berkat kemampuan menentukan mana benih yang bagus itulah ia disebut keuchik yang inovatif."

"Karena tidak semua benih yang disimpan itu bagus. Dari sinilah kemudian benih IF8 itu dikembangkan." papar Zulkarnain.

Dari inisiatif Kades Munirwan ini, akhirnya produksi padi di desanya meningkat signifikan antara 50-100%.

Benih padi yang dikembangkannya pun dikenal dan diminati masyarakat. Langkah inovasi pertanian yang dilakukannya kemudian juga ditiru oleh 23 kelompok tani di Aceh Utara.

Juara lomba inovasi desa malah dipolisikan

Lantaran kesuksesannya inilah, Tengku Munirwan kemudian mengikutkan benih padinya itu dalam event Inovasi Desa tingkat Nasional dan berhasil meraih juara 2 dari Kementerian Pedesaan.

Dari event inilah kemudian benih padi IF8 dikenal luas walau belum disertifikasi.

"Memang benih ini belum ada sertifikat dan izin pelepasan dari kementerian pertanian maka dari itu di kemasannya di bagian label merek dagang masih tertulis untuk kalangan sendiri dari petani untuk petani." Tambah Zulfikar.

Zulfikar juga menegaskan kasus yang menjerat kliennya juga cacat secara hukum karena pasal yang digunakan yakni UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman bertentangan dengan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh yang diterbitkan tahun 2001.

Dimana terkait program pangan sudah diserahkan kewenangannya pada Provinsi Aceh.

Dan ia juga menilai kasus ini kontraproduktif terhadap program kedaulatan pangan pemerintah.

"Kalau merujuk pada tujuan Negara dan program Nawacita Presiden maupun visi misi Provinsi Aceh, maka perkara ini harus dihentikan."

"Buat malu saja, karena tujuan negara kita itu sekarang bukan lagi swasembada atau ketahanan pangan, tapi kedaulatan pangan."

"Itu artinya kemampuan diri sendiri untuk mengatur pangan sangat penting, Makanya kalau ada upaya inovasi yang mendukung kedaulatan itu kemudian malah dihambat kan aneh."

Penahanan ditangguhkan

Kasus hukum yang membelit Tengku Munirwan dengan cepat menimbulkan simpati warga.

Apalagi Kades Tengku Munirwan langsung ditahan pihak Polda Aceh sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Juli 2019.

Sejumlah elemen masyarakat di Aceh berhasil mengumpulkan 2.000 lembar lebih kartu tanda penduduk (KTP) sebagai bagian dari dukungan terhadap Munirwan dan mendesak agar penahanan Munirwan ditangguhkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tuntutan ini dikabulkan, Polda Aceh pada Jum'at (26/7/2019) menangguhkan penahanan Munirwan karena alasan kemanusiaan.

Munirwan
Berkat benih padi unggul yang dikembangkannya, Munirwan (dua dari kanan) menerima penghargaan Inovasi Desa tingkat nasional.

Dokumentasi Pribadi

Korban tumpang tindih aturan

Sementara Tengku Munirwan mengaku dirinya hanya korban dari system komunikasi yang buruk dan aturan yang tumpang tindih diantara lembaga pemerintah, khususnya Kementerian Pedesaan dan Kementerian Pertanian.

Tengku Munirwan mengaku dirinya hanya menjalankan program Kementerian Pedesaan (Kemendes) yang disisi lain ternyata dinilai melanggar aturan oleh Kemnterian pertanian

"Saya hanya jalankan program dari Kementerian Desa yakni Bumades, tapi saya tidak tahu ada aturan lain dari Menteri Pertanian."

"Saat mereka tidak mengarahkan kami dengan aturan yang ada di pertanian, maka kami anggap boleh."

"Program pengembangan benih ini kita mulai sejak 2018 dan saya baru dapat peringatan Juni 2019, setelah sudah mengedarkan benih."

Ia juga menolak disebut memperjualbelikan benih karena Bumadesnya tidak memasarkan benihnya, tetapi petani dari kelompok tani meminta dan membelinya karena terikat komitmen mendukung inovasi sesama rekan petani yang merupakan bagian dari program Kementerian Pedesaan.

"Produk benih IF8 ini setelah saya ikutkan lomba inovasi desa akhirnya masuk dalam Bursa Inovasi Kabupaten."

"Jadi semua desa berkomitmen untuk membudidayakan IF8 yang diproduksi BUMDES kami. Akhirnya itu kita salurkan ke desa-desa karena mereka sudah membuat kartu Komitmen bursa inovasi desa."

"Jadi kita tidak menawarkan, tapi mereka memang diwajibkan karena sudah berkomitmen untuk memanfaatkan inovasi dari kalangan petani." papar Tengku Munirwan.

Meski tersandung kasus hukum dan terancam sanksi pidana penjara selama 5 tahun, Tengku Munirwan mengaku tidak kapok untuk tetap berinovasi memajukan pertanian di desanya.

"Jadi niat saya hanya bagaimana desa saya bisa maju, karena dahulu desa saya ini daerah merah, daerah yang diminta paspor ketika masa darurat militer, lokasinya 50 km dari ibukota kabupaten.'

"Jadi kami hanya berusaha mengubah mindset masyarakat untuk bisa berkembang dan berdikari, salah satunya di bidang pertanian, karena di daerah kami memang 90% potensinya di pertanian."

benih padi unggul
Tengku Munirwan dituduh mengembangkan dan mengedarkan secara komersil benih padi jenis IF8 yang belum bersertifikasi resmi.

Istimewa

Sementara itu kasus ini juga langsung mendapat perhatian dari petinggi di Jakarta. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, langsung menentang pemidanaan bagi kades Tengku Munirwan.

Dalam Twitternya beberapa waktu lalu (Jumat 26/7/2019), Mendes secara khusus meminta Gubernur Aceh dan Kapolda Aceh untuk memberikan bantuan dan mencuitkan #SafeKadesInovatif.

"Pak Gubernur Aceh, Pak Kapolda Aceh tolong bantu Kades Aceh yg inovatif ini agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya untuk tidak takut berinovasi."

"Kalau dia melakukan kesalahan admin, tolong dibina dan jangan ditangkap #SafeKadesInovatif,"cuit Mendes di akun twitternya.

"Apa yang menimpa kades di Aceh ini, perlu menjadi perhatian kita semua. Semoga tidak terulang lagi. Dan masalah ini tidak berakhir di jalur hukum," harap Mendes di Jakarta.

 Ikuti berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada