Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah ruang kerja Setya Novanto di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, akhir bulan lalu. Enam setengah jam memindai tempat Ketua Fraksi Partai Golkar itu, penyidik mengangkut aneka dokumen dalam tujuh dus.
Pada hari yang sama, penyidik menelisik kantor Kahar Muzakir, kolega Setya di Partai Beringin. Ia anggota Komisi Olahraga Dewan. Dari tempatnya, penyidik juga menggotong pelbagai dokumen. Keduanya diduga berhubungan dengan pembengkakan anggaran Pekan Olahraga Nasional di Riau, tahun lalu.
Sejumlah kesaksian menyebutkan Setya menjadi tuan rumah pertemuan pada awal 2012. Tamunya antara lain Gubernur Riau Rusli Zainal—juga politikus Golkar—yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek itu. Pertemuan ini diungkapkan oleh mantan Kepala Dinas Olahraga Riau Lukman Abbas. Gelontoran duit Rp 9 miliar diduga mengucur dalam perjumpaan ini.
Rabu pekan lalu, kepada Sundari dari Tempo, Setya, Bendahara Umum Golkar, membantah terlibat korupsi proyek PON.
Benarkah Anda terlibat korupsi PON di Riau?
Saya tak tahu masalah PON, apalagi membicarakannya. Tahu-tahu nama saya disebut di koran. Saya lalu dipanggil KPK untuk menjadi saksi dalam pengadilan kasus itu di Riau.
Mengapa KPK menggeledah ruang kerja Anda?
Penggeledahan itu sangat profesional. Saya menghargai tugas KPK menegakkan supremasi hukum siapa pun orangnya, termasuk menggeledah ruang ketua fraksi. Saya berterima kasih, masih bisa bekerja meski tim KPK mengecek ruangan saya.
Apa yang diambil KPK waktu itu?
Satu map dokumen tentang struktur partai, fraksi, dan sekretariat. Juga mekanisme kesekretariatan jenderal. Lainnya saya tidak tahu.
Bagaimana persisnya pertemuan Anda dengan Gubernur Rusli Zainal, yang membahas anggaran PON Riau?
Saya berani bersumpah di pengadilan soal itu. Lukman dan Gubernur Riau datang mendadak pada saat makan siang. Ketika itu ada lima anggota DPR dan DPD serta Gubernur Riau. Saya langsung bersalaman dengan mereka. Hanya 10 menit karena Gubernur menyatakan ingin mengundang saya menjadi pembicara dalam forum dialog bupati, wali kota dan gubernur seluruh Indonesia pada 14 April 2012 di Riau. Saat itu, disampaikan bahwa undangannya sudah dikirimkan. Setelah itu, dia keluar. Makanya enggak sempat membicarakan masalah apa-apa, termasuk proposal PON.
Saksi mengatakan Anda memerintahkan dia ber-"koordinasi" dengan Kahar Muzakir?
Tidak. Di persidangan, saksi Lukman Abbas malah membenarkan kesaksian saya bahwa pertemuan di ruangan saya itu hanya 10 menit dan tak membahas soal PON. Jadi tak ada soal pemberian uang dan enggak sempat membicarakan masalah itu.
Sumber kami menyebutkan Anda pengatur yang mengarahkan Gubernur Riau untuk menyuap anggota DPR?
Apalagi itu. Saya tidak tahu.
Anda juga disebut terlibat dalam proyek e-KTP.
Saya enggak tahu soal e-KTP, baik detail pengadaan maupun pengawasannya. Saya enggak ikut-ikut karena itu kewenangan di Komisi II.
Anda mengenal Andi Narogong alias Andi Agustinus?
Ada banyak nama Andi. Tapi yang spesifik itu saya tidak ingat.
Kabarnya, Andi yang mengatur konsorsium PNRI menjadi pemenang tender itu orang Anda.
Begini, sebelum di DPR, saya dulu pengusaha. Banyak sekali teman saya bernama Andi, tapi yang spesifik itu saya tidak ingat. Tidak benar itu orang saya.
Kami mendapat info Anda meminta lima persen dari setiap pencairan proyek?
Waduh, soal persentase, saya enggak mau ikut campur. Itu urusan pengusaha. Urusan saya hanya laporan tiap komisi.
Sumber kami mengaku pernah diundang Anda ke kantor untuk membahas soal upeti lima persen?
Saya tidak pernah mengadakan pertemuan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo