Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edhie Baskoro Yudhoyono, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, tercatat dalam pengeluaran uang perusahaan Muhammad Nazaruddin, tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games XXVI. Di situ disebutkan pencairan dana dilakukan menjelang kongres di Bandung, Mei tahun lalu. Dimintai wawancara untuk memberikan konfirmasi, Jumat pekan lalu, Ibas—begitu putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dipanggil—hanya bersedia menjawab pertanyaan melalui pesan di telepon seluler staf ahlinya.
Denny Indrayana, anggota staf khusus Presiden, memastikan jawaban yang dikirimkan kepada Anton Septian dari Tempo itu benar-benar dari Ibas. Berikut ini jawabannya.
Seberapa besar sebenarnya dana Nazaruddin ke partai?
Partai Demokrat selayaknya partai-partai politik lain di Indonesia memiliki struktur yang serupa, meski tidak persis sama. Bendahara umum hanya mengelola keuangan partai. Sangat pantas dan masuk akal ketika seseorang menduduki posisi bendahara umum memberikan kontribusinya secara sukarela, proporsional.
Maksud Anda?
Partai memiliki mekanisme keuangan yang transparan dan akuntabel, yaitu melalui iuran anggota, bantuan keuangan dari negara, dan sumbangan yang sah menurut peraturan. Jadi wajar saja dan tidak ada yang luar biasa.
Anda pernah menerima uang dari Nazaruddin sebelum kongres?
Integritas adalah modal utama dalam berpolitik. Setiap rezeki yang saya terima, karenanya, harus bisa dipertanggungjawabkan di hadapan hukum, terlebih secara moral agama. Haram bagi saya menerima uang yang tidak sejalan dengan semangat antikorupsi. Jadi tuduhan adanya aliran dana tersebut tidak benar dan tidak berdasar.
Kalau setelah kongres?
Tuduhan demikian harus dibuktikan di hadapan hukum supaya segala sesuatunya menjadi jelas dan terang-benderang.
Bagaimana Anda menanggapi tudingan Nazaruddin terhadap kader Demokrat?
Sebenarnya tidak enak untuk saya berkomentar atau menanggapi isu berkaitan dengan saudara sendiri. Tapi isu ini sudah melebar ke mana-mana, terlalu jauh. Seperti yang saya katakan dalam berbagai kesempatan, Saudara Nazaruddin adalah seorang politikus, bukan seorang ”penyanyi”. Nyanyiannya sangat tak enak didengar dan sungguh tak nyaman bagi orang-orang yang selama ini dituduh.
Maksudnya?
Saya menghargai proses demokrasi dan kebebasan berpendapat. Namun kita ini negara hukum. Ketika seseorang dibutuhkan testimoninya di depan penegakan hukum, tentu harus mengemukakannya secara terbuka dan terang-benderang pada forum resmi. Bukan hanya di depan media, yang justru membuat semakin bingung banyak orang. Partai Demokrat juga tak ingin terus-menerus divonis dan dihukum di hadapan media. Padahal persoalan ini lebih menyangkut persoalan personal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo