Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

4 Poin Alasan Lentera Anak Tak Setuju Soal Heru Budi Minta KJP Pelajar yang Merokok Dicabut

Lentera Anak kritik Heru Budi yang minta KJP pelajar yang ketahuan merokok dicabut. Ini 4 poin alasannya.

7 Mei 2023 | 12.30 WIB

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta mengunjungi Kegiatan Pangan Murah Keliling di RPTRA Kecapi Jl. Kebagusan IV Dalam, RT.11/RW.4, Kebagusan, Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Jumat, 14 April 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Perbesar
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta mengunjungi Kegiatan Pangan Murah Keliling di RPTRA Kecapi Jl. Kebagusan IV Dalam, RT.11/RW.4, Kebagusan, Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Jumat, 14 April 2023. Tempo/Mutia Yuantisya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan mengaktifkan kembali sanksi pencabutan Kartu Jakarta Pintar atau KJP bagi siswa yang kedapatan merokok. Menurut dia, jatah KJP itu akan dialihkan kepada siswa lainnya yang lebih layak menerima subsidi pendidikan dari Pemerintah Daerah (Pemda). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Saya minta ke Kepala Dinas Pendidikan kalau murid yang mendapatkan KJP itu kedapatan merokok, maka KJP-nya wajib dicabut,” kata dia dalam sambutannya di acara Pembukaan Konferensi Kerja Provinsi (Konkerprov) ke-3 PGRI DKI Jakarta Masa Bakti XXII Tahun 2023 di Balai Agung, Balai Kota DKI, Jumat, 5 April 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Heru mengutarakan kemampuan Pemprov DKI untuk menyalurkan subsidi pendidikan kepada siswa/siswi seluruh wilayah Jakarta terbatas. Karena itulah, KJP anak yang terciduk merokok sebaiknya dialihkan untuk orang lain. 

“Supaya kami berikan ke anak lain karena kemampuan Pemda terbatas,” ujarnya.

Untuk pengawasan, Heru menyerahkannya kepada Dinas Pendidikan dan sekolah masing-masing. “Nanti itu Dinas Pendidikan dan sekolah,” ucap Kepala Sekretariat Presiden ini.

Rencana ini tak lepas dari kritik. Salah satunya dari Yayasan Lentera Anak. Begini katanya.

Negara harusnya melindungi, bukan menyalahkan

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan negara seharusnya bersikap melindungi anak agar tidak merokok dan bukan langsung menyalahkan anak merokok. Menurut dia, akar masalah sesungguhnya bukan pada anak, tetapi pada ketidakhadiran negara untuk melindungi anak dari rokok.

“Kita begitu mudah menyalahkan dan menghukum anak yang merokok, padahal kita sadar perilaku merokok ini disebabkan anak secara psikologis memang sedang berkembang, dan mudah dipengaruhi. Sehingga alih-alih menyalahkan anak, justru kita seharusnya membentengi anak dari pengaruh yang buruk dengan membuat perlindungan yang kuat melalui regulasi,” kata Lisda dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Sabtu malam, 6 Mei 2023.

Singgung ratifikasi Konvensi Hak Anak

Lisda yang aktif mengkampanyekan perlindungan anak dari paparan asap dan iklan rokok juga mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada 1990. Dengan meratifikasi itu, pemerintah wajib melindungi hak anak, salah satunya hak anak untuk sehat.

Lisda mengatakan, negara harus hadir melindungi kesehatan masyarakat Indonesia tanpa kecuali, termasuk anak. Perlindungan itu diberikan melalui penerbitan regulasi yang berpihak pada kesehatan masyarakat. Salah satunya, melalui regulasi yang melindungi anak dari zat adiktif.

"Anak-anak terus menjadi korban bahaya rokok melalui paparan asap rokok dan gempuran iklan, promosi dan sponsor rokok yang masif," kata dia.

Sebut psikologis anak mudah dipengaruhi

Lisda menuturkan, sudah banyak studi menjelaskan relasi dari paparan iklan rokok yang terus menerus terhadap keinginan untuk merokok. Anak-anak yang secara psikologis masih dalam tahap berkembang akan mudah dipengaruhi oleh kepungan iklan dan promosi rokok dengan visual dan tagline yang memperlihatkan gaya hidup anak muda kreatif, keren dan macho. 

Di alam bawah sadarnya, akan tertanam bahwa rokok adalah produk normal karena iklannya tidak dilarang. Padahal sejatinya rokok adalah produk berbahaya dan tidak normal. "Rokok mengandung 7000 zat berbahaya dan 69 di antaranya memicu kanker," ujarnya.

Pentingnya sinergi orang tua dan negara dalam perlindungan anak

Lisda menegaskan, negara tidak bisa hanya menyerahkan upaya perlindungan anak kepada orang tua dan masyarakat. Kondisi anak dan remaja yang sedang berkembang sangat rentan dipengaruhi berbagai faktor, tidak saja dari paparan pemasaran rokok melalui iklan, promosi, dan sponsor yang masif, tapi juga kemudahan akses terhadap rokok dari sisi harga maupun ketersediaannya. 

“Karena itu negara tetap harus hadir melalui pemihakan kebijakan,” kata dia menegaskan. Apalagi menurut Lisda, jumlah perokok anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Prevalensi perokok anak juga semakin tinggi pada anak dari keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah, sehingga kondisi kerentanan sebagai anak dari kelompok rentan, semakin ditambah dengan kecanduan rokok sejak dini.

MUTIA YUANTISYA | ISTIQOMATUL HAYATI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus