Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

50 bos mafia dan dagangannya

Ada 50 bos mafia yang bersarang di as. sebagian sudah diseret ke pengadilan, termasuk bos peringkat pertama, anthony salerno. usaha mereka mulai dari bisnis gelap, pemerasan, sampai ke perusahaan yang sah.

15 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG mafia tampaknya memang belum selesai. Pemerintah federal AS telah mengeluarkan orang-orang terbaiknya untuk menumpas serikat-serikat darah asal Sisilia itu. Sejumlah benggolan sudah diseret ke balik terali besi. Beberapa yang lain mulai disidangkan di pengadilan. Dan, kini, tangan-tangan pemerintah federal mulai menjangkau wilayah mafia yang paling basah: bisnis. Bisnis? Ya, dan dalam arti kata yang sepenuhnya harfiah. Berurusan dengan sektor mafia yang satu ini, "Sama artinya dengan berurusan dengan orang-orang yang mengelola bisnis US$ 50 milyar setahun, dengan kegiatan yang merasuk ke hampir setiap kota di Amerika Serikat," tulis Roy Rowan dalam majalah Fortune, beberapa pekan lalu. Dan, sama dengan problem dunia usaha lainnya, para eksekutif" mafia ini juga sedang menghadapi kendala umum: usia para pemimpin yang makin tua, kurangnya dedikasi para "karyawan" generasi muda, dan meningkatnya kompetisi. Justru, pada saat-saat yang rawan itulah pemerintah federal AS melancarkan gempuran habis-habisan. Setiap kejahatan harus ditebus begitu konon peribahasa. Selama ini, dari berbagai usaha gelap di berbagai bidang, sejumlah keluarga mafia diperkirakan berhasil mengeduk keuntungan sekitar US$ 50 milyar per tahun. Jumlah itu lebih besar daripada usaha manufaktur besi, baja, tembaga, dan aluminium Amerika Serikat digabungkan menjadi satu. Atau, lebih kurang sama dengan 1,1% pendapatan kotor nasional (GNP) Amerika Serikat. Angka ini baru meliputi penghasilan yang masuk dari sumber-sumber kejahatan "tradisional", antara lain perdagangan obat bius, pembungaan uang, judi gelap, dan pelacuran. Milyaran dolar lagi mengalir dari "diversifikasi" usaha yang menempuh jalur "resmi": bisnis pertunjukan dan hiburan, konstruksi, angkutan truk, serta perdagangan bahan makanan dan minuman. Industri yang melibat "keluarga-keluarga" gangster ini, sudah barang tentu, tidak sekadar bersifat perdagangan umum semata-mata. Dalam sebuah studi yang disiapkan untuk Komisi Kepresidenan tentang Kejahatan Terorganisasi, Wharton Econometric Forecasting Associates mengungkapkan belang bisnis keluarga mafia ini. Gerombolan-gerombolan itu menguasai kompetisi ekonomi dan penyerapan modal yang mengakibatkan kerugian bagi 400 ribu tenaga kerja, kenaikan harga yang harus dibayar konsumen sampai sekitar 0,3%, pengurangan keluaran total sekitar US$ 18 milyar, dan penurunan pendapatan per kapita US$ 77 per tahun. Sementara anggota-anggota serikat kriminal gelap itu berhasil menggelapkan pajak mereka, warga negara lainnya membayar lebih banyak US$ 6,5 milyar kepada Dinas Pendapatan Dalam Negeri AS, hanya untuk tahun ini saja. Sementara itu, peta organisasi sebuah "keluarga" atau sindikat tak bedanya dengan struktur sebuah perusahaan swasta. Di puncak piramid bertahta seorang bos, atau eksekutif kepala. Di bawah dia seorang underboss (semacam direktur operasional) dan seorang consigliere (penasihat umum). Pada peringkat sesudahnya duduklah para capo (wakil direktur) dan "serdadu" -- ujung tombak yang melaksanakan secara fisik perintah-perintah bos. Sama pula dengan perusahaan-perusahaan besar zaman ini, kelompok-kelompok mafia itu sekarang ini mulai percaya pada nasihat konsultan dari "luar". Menurut pendataan terakhir, paling tidak kini masih terdapat 50 bos mafia yang bergerak di berbagai cabang usaha. "Tetapi, kelompok-kelompok kejahatan itu sedang menghadapi zaman industri yang diguncang krisis," tulis Rowan. Para godfather sudah pada uzur, dan para "manajer" generasi kedua tampaknya tidak begitu kukuh dalam semangat, dedikasi, dan disiplin. "Sekarang, dalam keluarga ini engkau bisa menemukan anak ingusan yang bahkan belum pernah memecahkan telur," ujar seorang pemuka mafia New Jersey, dalam sebuah percakapan yang dapat disadap FBI. Laporan lain menyebutkan, para bawahan sudah mulai berani memanggil atasan mereka hanya dengan menyebut nama. FBI mencatat, keanggotaan mafia memang sedang menyusut. Untuk memperkuat "alas piramid", para bos terpaksa merekrut bibit-bibit muda langsung dari Sisilia. Mereka ini disebut Greenies. Sementara itu, mafia, organisasi kriminal paling besar dan paling mapan, mulai pula berhadapan dengan para pesaing baru. Yaitu serikat-serikat bawah tanah Asia dan Amerika Latin yang mengambil spesialisasi dalam bisnis heroin, kokain, dan mariyuana. Para penyalur dan penyelundup obat bius ini tidak hanya berhasil mematahkan monopoli yang pernah dipegang orang-orang Sisilia itu, bahkan mereka mampu menjadikan sejumlah veteran mafia sebagai distributor mereka yang setia. Namun, ancaman yang paling gawat tetaplah dari para petugas hukum pemerintah federal. Kini, para petugas hukum secara efektif menggunakan undang-undang antipemerasan dan antiserikat kejahatan sebagai alat ampuh untuk menyeret para gangster itu ke depan pengadilan. Menurut G. Robert Blakey, profesor hukum Notre Dame yang merancang undang-undang itu 16 tahun yang silam, undang-undang ini bahkan meyakinkan para jaksa tentang perlunya diambil langkah inovasi dalam menghadapi dunia kejahatan yang makin beringas. Undang-undang baru itu, yang disebut RICO (Racketeer Influenced and Corrupt Organization), telah berhasil menyeret sekitar separuh dari 50 mafiosi terkemuka ke depan pengadilan. Di antara mereka terdapat bos peringkat pertama, Anthony Salerno gelar "Fat Tony", godfather keluarga Genovese yang bermarkas di New York -- keluarga terkuat dari sekalian keluarga mafia. Salerno sedang dihadapkan sebagai terdakwa dalam "perkara Komisi" di New York. Pemerintah AS sedang mencoba menghukum dia dan enam anggota dewan nasional mafia -- yang disebut "Komisi" dengan tuduhan melakukan pemerasan terorganisasi. Di ruangan pengadilan, para tertuduh itu duduk dengan wajah membatu dan mulut terkatup. Hanya Carmine Persico gelar "Junior", bos keluarga Colombo yang menduduki peringkat keenam, yang sekali-sekali sudi berbicara. Tekanan-tekanan yang dilancarkan para petugas hukum memang membuat kelompok-kelompok mafia ini mengubah beberapa teknik manajemen mereka. Biasanya, para anggota Komisi melangsungkan sebuah upacara seremonial besar, yang mereka namakan "duduk bersama", untuk memecahkan problem bisnis mereka. Pita rekaman dan piranti sadap, yang kemudian secara gencar dimanfaatkan oleh agen-agen FBI, telah menjadikan "upacara" semacam itu akhirnya makin dikurangi. Para bos mafia bahkan kian jarang menjamu rekanan bisnis mereka makan siang atau makan malam di tempat-tempat yang biasanya menjadi langganan mereka. Selama masih memungkinkan, mereka kini lebih suka menggunakan kurir untuk menyampaikan perintah-perintah. Para bos juga berusaha memadamkan perselisihan di antara "keluarga", untuk mencegah perhatian masyarakat dan, terutama, petugas FBI. Tetapi, di sana-sini, keserakahan mereka pada uang biasanya mampu juga mengalahkan kepentingan bersama. Dan persaingan yang keras, akhirnya, toh, menghasilkan letupan-letupan. Namun, selama ini, mafia masih mampu mengatasi para saingannya, mengalahkan musuh-musuhnya, dan meloloskan diri dari para petugas federal. Kendati beberapa anggota Komisi sudah diterungku di balik tembok penjara, operasi-operasi keluarga mereka tetap saja berkesinambungan. Para bos yang berada di belakang terali besi tidak serta-merta kehilangan daya dan pengaruh. "Hubungan keluar mereka, sebenarnya, tetap saja tidak terbatas," kata asisten direktur FBI, Oliver Revell, dalam sebuah laporan kepada Komite Senat pada 1983. Mendiang Nick Civella umpamanya, kata Revell, "Memimpin para gangster Kansas City justru dari dalam penjara federal." Jika anggota Komisi dijatuhi masa hukuman yang panjang, atau jika mereka meninggal di dalam penjara, ada saja pemimpin baru yang tampil di tiap keluarga untuk mengambil alih kendali kekuasaan. "Budaya" kejahatan terorganisasi ini -- yang didasarkan pada kelobaan, kegigihan, dan disiplin tetap saja kuat. Setiap anggota gerombolan memanggil sesamanya "anak bijak", dan di antara mereka berlaku aturan gaya hidup yang sangat ketat. Anggota yang menjamin masuknya seorang baru ke dalam keluarga dapat dipastikan akan bertindak sebagai algojo. Yakni bila orang yang dijamin itu, belakangan, mengkhianati organisasi. Ia harus melakukan eksekusi, sebelum anggota lain keburu turun tangan. Sementara itu, seorang anggota yang telah menerima upah untuk melancarkan sebuah operasi wajib merampungkan operasi itu sampai tuntas. Tiada maaf untuk langkah surut. Juga tertutup kemungkinan untuk mengembalikan upah itu, sebagai imbalan tidak dilaksanakannya sebuah tugas dengan tepat dan saksama. Industri kriminal ini diorganisasikan secara "geografis". Kendati jaringan mereka menjangkau semua kota utama Amerika Serikat -- dengan mengecualikan Seattle, entah mengapa -- dua pertiga anggota mafia tetaplah terpusat di dua kota, New York dan Chicago. Dewan Nasional mafia, yang disebut Komisi tadi, bertindak sebagai lembaga yang menyelesaikan pertikaian teritorial, mendamaikan konflik bisnis sampai pada mnjatuhkan eksekusi yang dipandang perlu. Lima keluarga, yang kadang-kadang saling memerangi, berbagi kuasa di New York City. Mereka adalah keluarga Genovese, Gambino, Lucchese, Bonanno, dan Colombo. Masuk menjadi anggota keluarga-keluarga ini harus lewat upacara sumpah untuk memegang rahasia secara teguh, disertai penetesan darah secara khidmat. Di Chicago, sebuah kelompok mandiri -- tidak berafiliasi ke mana-mana dan menyebut diri Outfit -- beroperasi dengan cara yang tidak begitu banyak menimbulkan sengketa. Upacara pembaiatan mereka pun sudah seperti acara bisnis saja: cukup dengan bersalaman. Outfit pun menjangkau Milwaukee, Kansas City, Phoenix, Las Vegas, dan Los Angeles. Dalam catatan FBI, hanya ada sekitar 1.700 anggota mafia yang telah disumpah. Untuk setiap anggota tersumpah itu pemerintah AS memperkirakan ada sepuluh "kerabat kerja". Menurut taksiran Wharton Econometric Forecasting Associates, pendapatan rata-rata setiap anggota tersumpah serikat bandit itu per orang per tahun sekitar US$ 222.000 -- taksiran ini berdasarkan data-data 1979 sampai 1981. Sudah tentu, para bos yang berjumlah 50 orang itu menerima pemasukan dalam jumlah yang jauh lebih tinggi. Selama periode yang sama pula, setiap "kerabat kerja" yang tidak disumpah rata-rata menerima US$ 61.000 per tahun. Para "kerabat kerja" bisa meningkat menjadi anggota penuh, bila mereka dinilai loyal dalam melaksanakan perintah, bersedia dan terampil melakukan pembunuhan. Berdasarkan studi Wharton, diperkirakan sekitar 265 ribu orang mencari makan di dalam sektor bisnis yang dikendalikan, paling tidak sebagian, oleh organisasi kejahatan. Tidak jarang pula, para tokoh dunia hitam itu menanam modal di perusahaan-perusahaan yang sah dan bersih. Diversifikasi seperti ini lebih aman daripada menggunakan uang itu untuk memperluas operasi-operasi melawan hukum. Lagi pula, bisnis jinak selalu berguna untuk menyamarkan banyak kegiatan kriminal, dan mengurangi kemungkinan datangnya tuntutan dengan tuduhan menggelapkan pajak. Dalam melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang mematuhi hukum, tidak jarang para benggolan mafia itu mengandalkan "reputasi" mereka yang sudah terkenal -- meski tidak selalu secara langsung mengambil langkah kekerasan. "Bahaya organisasi kejahatan saat ini ialah karena mereka telah menjadi seperti setengah resmi," kata Steven J. Twist, asisten kepala Jaksa Agung Arizona. Satu di antara strategi umum pemerasan ialah dengan menguasai dan mengendalikan serikat buruh. Para pemimpin dunia hitam itu sudah biasa menggunakan serikat-serikat buruh untuk mempengaruhi dan menginfiltrasi banyak bisnis resmi mulai dari usaha pergudangan sampai klub malam. Studi Wharton menemukan: keterlibatan organisasi kriminal dalam bisnis seperti itu menyebabkan kenaikan harga antara 0,5 % dan 2%, termasuk pada bisnis lain yang berkaitan, misalnya distribusi bahan makanan dan minuman keras. Serikat buruh yang korup merupakan sumber keuntungan mafia. Serikat seperti ini menjanjikan peluang yang hampir tak terbatas untuk melakukan pemerasan melalui pekerja-pekerja fiktif dan karyawan-karyawan yang bisa diatur, sehingga tidak masuk kantor dengan akibat mengancam kelancaran produksi. Anehnya, justru, serikat-serikat buruh dan perusahaan-perusahaan tenaga kerja yang dikendalikan oleh kelompok-kelompok gangster inilah yang berhasil masuk ke berbagai bidang usaha vital. Mereka memasok tenaga satpam untuk kilang-kilang tenaga nuklir, pengumpul sampah untuk sebagian terbesar bangunan perkantoran New York City, dan pengemudi truk pada Shell Oil, Coca-Cola, dan International Paper -- antara lain. * * * Anthony Salerno, 75, yang kini menduduki peringkat paling atas dari 50 bos mafia, mengepalai sebuah konglomerat bawah tanah, dengan batas yang tak jelas antara bisnis sah dan terlarang. Terakhir ini, dia berumah di Metropolitan Correctional Center di Manhattan. Rumah itu bersebelahan dengan Mahkamah Distrik Selatan Amerika Serikat, tempat dia dan beberapa anggota Komisi yang lain sekarang menjalani proses peradilan. Kekuatan Salerno tidak semata-mata berasal dari posisinya sebagai kepala keluarga Genovese yang kuat, yang beranggotakan 300 bandit. Bahkan, sebelum terpilih menjadi bos pada 1980, ia sudah mengumpulkan uang lebih banyak ketimbang para pemimpin mafia lainnya, terutama dari kasino-kasino di Nevada dan Karibia. Caranya ialah dengan menyisihkan pendapatan rumah-rumah judi itu, sebelum menentukan jumlah yang perlu dilaporkan ke jawatan pajak. Dari pendapatan seperti itu, dia kemudian menggalakkan bisnis membungakan uang. Kini, di pengadilan, ia didakwa "menggunakan ancaman dan pukulan untuk memaksa korban-korbannya membayar pinjaman dan bunga utang yang tidak mempunyai dasar hukum." "Tony Gendut" ini juga menunjukkan minat bisnisnya pada industri konstruksi New York City. Menurut Departemen Kehakiman, antara 1981 dan 1985, Salerno dan para kerabat kerjanya menarik pajak mafia, 2%, dari para kontraktor New York yang mendapat borongan mengaduk beton untuk semua superstruktur, di atas US$ 2 juta. Mereka menguasai sebuah kartel yang melayani tawaran-tawaran memasok beton. Kartel inilah yang menentukan perusahaan mana yang harus memenangkan tender. Perusahaan lain dipaksa memasukkan tawaran-tawaran tinggi yang tidak masuk akal, sehingga perusahaan yang sudah ditentukan tadi pasti keluar sebagai pemenang. Pajak 2% itu saja memasukkan pendapatan US$ 3,5 juta ke kas mafia dari 72 borongan konstruksi yang dapat diusut pemerintah AS. Seorang saksi ahli melaporkan kepada Komite Kepresidenan bahwa perbuatan mafia ini membuat ongkos konstruksi di Manhattan naik sampai dengan 20%. Dalam tuduhan yang diajukan jaksa penuntut umum, Salerno dinyatakan sebagai "sekutu tersembunyi" sejumlah perusahaan yang memenangkan tender konstruksi beton. Perusahaan-perusahaan ini menangani kontrak yang nilainya melebihi US$ 71 juta, dari sepuluh proyek konstruksi besar, termasuk Trump Plaza, bangunan apartemen mewah di East Side, Manhattan. Pemerintah AS mendakwa, penawaran borongan untuk proyek-proyek tersebut merupakan langkah lebih jauh perusahaan-perusahaan Salerno yang berkongkalikong dengan dua firma yang bergerak di bidang ready-mix: Certified Concrete Co. dan Transit-Mix Concrete Corp. Kedua perusahaan itu milik Edward J. "Biff" Halloran, yang lebih dikenal karena Hotel Halloran House, yang dulu memang miliknya. Halloran menolak semua tuduhan. Lalu, bagaimana mafia bekerja? Ini dia. Setiap kontraktor yang berani mencoba mengajukan tawaran bersaing dengan kartel para bajingan tadi akan berhadapan dengan risiko kesulitan mendapatkan bahan ready-mix. Paling tidak, distribusi bahan tersebut akan mereka hambat. Para penuntut federal juga menuduh Salerno menguasai Teamster Local 282, yang anggota-anggotanya menjadi sopir konvoi truk yang mengangkut distribusi beton. Melalui mata rantai yang ampuh ini, bos mafia itu dapat menentukan semaunya perusahaan mana yang tidak perlu dilayani pengiriman barangnya. Tangan-tangan Salerno di dunia tenaga kerja dan serikat buruh menjangkau langsung ke puncak. Menurut Departemen Kehakiman, Salernolah yang memilih Roy Williams untuk memimpin International Brotherhood of Teamster pada 1981, dengan cara memerintahkan pemimpin-pemimpin serikat buruh memberikan suaranya kepada orang tersebut. Williams kemudian dipenjarakan karena terlibat dalam usaha penyogokan Howard Cannon, senator AS dari Nevada, yang kini sudah dipecat. Meski begitu, para jaksa federal percaya bahwa Salerno tetap saja berpengaruh atas ketua serikat buruh yang sekarang, Jackie Presser. Tony dan istrinya, Margaret, kadang-kadang beristirahat di tanah pertanian mereka di Rhinebeck, New York. Untuk selama lima tahun, sampai dengan akhir tahun kemarin, dua sejoli ini aktif mencari duit. Pemerintah AS menuduh Marathon Enterprises, sebuah perusahaan pemrosesan makanan di New Jersey, membayar semacam upeti kepada Margaret, dalam bentuk "uang jasa perantara" untuk pemasaran hot dog dan beberapa jenis bahan makanan lainnya ke pasar swalayan, arena olah raga, dan penjaja kaki lima. Margaret yang lincah itu, bahkan menerima "uang jasa" ini untuk penjualan ke beberapa perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, misalnya Chock Full O' Nuts (rantai restoran), Pathmark (rantai supermarket), dan Canteen Corp. (rantai makanan otomat kaki lima). Departemen Kehakiman menuduh, serdadu-serdadu Genovese siap mengatur pukulan telak dengan mengancam Marathon dengan "kekerasan, kekuatan, dan kemungkinan kerugian ekonomis". Dengan segala kekayaan dan kekuasaannya itu, Salerno beroperasi secara tidak mencolok, sampai dia kemudian ditahan. Kantornya tidak berada di kawasan pusat Manhattan -- dengan pencakarpencakar langit yang ongkos pembangunannya menjadi mahal oleh sepak terjangnya itu. Melainkan di Palma Boy Social Club, di daerah pertokoan East Harlem. Untuk masa yang panjang, Salerno melancarkan roda bisnisnya dari Palma, atau dari sekitar tanah pertaniannya di Rhinebeck, tanpa mengalami hambatan yang berarti dari para penegak hukum. Kekhawatirannya yang paling besar, selama masa itu, ialah kondisi tubuhnya yang makin gendut. Berpekan-pekan ia, kadang-kadang, memusatkan kegiatannya pada usaha melangsingkan tubuh. Zaman keemasan itu berakhir setelah agen-agen FBI memasang alat penyadap di Palma Boy Club. Dari perangkat pengintai itulah ketahuan betapa Salerno menyusun dan melancarkan serangkaian usaha pemerasan. Kendati ia dijatuhi hukuman, dan dijebloskan ke dalam penjara, menurut dugaan umum, Salerno masih memiliki peluang besar untuk tetap mengendalikan keluarga Genovese. * * * Anthony Accardo gelar "Joe Batters" adalah bos Chicago. Sampai sekarang, begundal mafia berusia 80 itu masih bisa bekoar bahwa ia belum pernah melewatkan satu malam pun di dalam penjara. Ia, tadinya, sempat beristirahat dan menikmati hidup senggang di klub Indian Wells di dekat Palm Springs, California. Tiba-tiba, serikat yang pernah dipimpinnya untuk waktu panjang itu menghadapi krisis: Pemimpin Outfit mendadak ditahan, awal tahun ini. Terpaksalah pendekar tua itu turun gunung. Ia kini menempati peringkat kedua, tepat di bawah si "Tony Gendut". Accardo ditunjang oleh reputasinya sebagai penembak ganas Al Capone, bandit legendaris Chicago itu. Ia digelari "Joe Batters" oleh sesama rekan mafia, karena ia memang suka mengancam mangsa-mangsanya dengan tongkat pemukul baseball. Ia juga dihormati konco-konconya sebagai empu perencanaan strategi. Di bawah kepemimpinannya, Outfit berkembang menjadi "perusahaan" pemerasan yang bergerak ke hampir semua lapangan usaha mulai dari popok bayi sampai tanah pekuburan. Efisiensi gerombolan ini terkenal di kalangan mafia. Accardo adalah arsitek permainan kekuatan yang menjadikan Outfit berdominasi dalam dunia pemerasan, mulai dari Great Lakes sampai ke tepian Pasifik, selama dasawarsa terakhir. Kini, dengan pengaderan kurir-kurir yang lalu lalang antara Chicago dan California, ia berfungsi sebagai ketua dewan Outfit. Direktur operasinya di Chicago adalah Joseph Ferriola, 59, seorang underboss yang teguh memegang disiplin, dan pernah menjalani operasi jantung memintas tahun kemarin. Ferriola sendiri, yang bergelar "Joe Nagall", menempati peringkat ke-20 dalam daftar 50 bos terkemuka mafia. Tokoh ini terkenal oleh kemampuannya mengorganisasikan keterampilan. Pada tahun 1970-an, dialah yang "menertibkan" kelompok-kelompok sempalan mafia yang mencoba-coba berdiri sendiri. Prinsip manajemen terkendali Outfit adalah disiplin. Kelompok ini banyak mengeduk duit dengan mengutip yang mereka namakan "pajak jalanan". Pajak itu tak cuma ditarik dari sesama organisasi bandit yang lebih kecil, tetapi juga dari sejumlah perusahaan yang bergerak secara resmi. Mereka menyapu habis bandar judi, pengedar madat, penjaja narkotik, pemilik bar dan restoran, bahkan pemilik halaman parkir dengan pajak yang berkisar antara 10% dan 50% dari pendapatan kotor. Besar-kecilnya "pajak" itu bergantung pada besar-kecilnya kemungkinan keuntungan tiap-tiap sektor, dan dari jenis perlindungan yang mereka perlukan dari Outfit. Kota lain yang mereka kenai "pajak jalanan" ialah Philadelphia. Tetapi, para pemimpin kelompok di kota itu tidak sangat efektif dalam mengutip. Bahkan setelah Don Docile yang bernama Angelo Bruno itu terbunuh pada 1980, dan digantikan oleh tokoh kekerasan Nicodemo Scarfo. Outfit mengembangkan disiplinnya yang terkenal khusus melalui sistem sekuriti intern. Tersebutlah Allen Dorfman, seorang eksekutif asuransi Chicago yang dikenal sebagai manajer keuangan yang piawai. Dia ini merintis penggunaan dana kesejahteraan dan pensiun serikat bruh untuk membiayai sebuah bank gelap, pada 1960-an. Mula-mula, dia menyalurkan pinjaman dana pensiun Teamster's Central States ke beberapa kasino hotel di Las Vegas. Kernudian, dia memperlihatkan kepada Accardo dan rekan-rekannya bagaimana mendirikan organisasi perawatan kesehatan yang melibat para dokter dan ahli gigi. Dari organisasi seperti ini dapat ditarik keuntungan pembayaran perawatan kesehatan anggota serikat buruh. Caranya, memainkan angka-angka. Cuma, Dorfman kemudian dianggap tahu terlalu banyak entang sumber-sumber dana Outfit. Ia kemudian ditembak mati di sebuah pelataran parkir di pinggiran Chicago, tiga tahun lampau. Bermula pada 1970, seorang kuat bernama Anthony Spilotro ditempatkan di Las Vegas. Tugasnya memantau uang yang disadap dari rumah-rumah judi, dan mengawasi perjalanan uang itu sampai ke tangan para bos di Chicago. Dijuluki "Tony Semut" karena perawakannya yang pendek. Di Las Vegas, ia cepat dikenal sebagai pengusaha yang bergerak dalam pembuatan hamburger, dengan nama perusahaan Food Factory. Dari situ, ia bergerak ke bidang real estate, kemudian mengembangkan bisnisnya ke cabang-cabang pencurian, penadahan barang haram, dan pelacuran. Tetapi, Spilotro gagal menjaga disiplin pemasukan uang. Bahkan, beberapa kaki tangan, yang diperkirakannya bisa dikendalikan, berbalik menjadi saksi-saksi yang menguntungkan pemerintah AS. Akibatnya, duet Chicago yang terkenal, Joseph Aiuppa dan John Philip "Jackie" Cerone, diseret ke depan pengadilan. Bersama dua orang itu diciduk pula tujuh pemimpin gang lainnya, termasuk Carl de Luna. Nama yang belakangan ini adalah pengawas keuangan gerombolan Kansas City yang, sampai saat terakhir, mampu merahasiakan data-data keuangan yang berada di tangannya. Bulan Juni lalu, Tony Spilotro dan saudaranya, Mike, betul-betul diperlakukan seperti semut. Kakak-beradik itu ditemukan terkubur di sebuah ladang jagung di Indiana. Pengusutan FBI mengisyaratkan tanda-tanda bahwa mereka dicekik, dan mungkin sekali dikuburkan dalam keadaan masih bernyawa. Tampaknya, mereka adalah korban aturan main para "anak bijak". Mereka telah diberi kesempatan, tetapi terlalu ceroboh melancarkan operasi -- itulah konsekuensinya. "Tidak mungkin Spilotro bisa dibunuh tanpa restu Accardo," ujar Patrick Healy, direktur eksekutif Komisi Antikejahatan Chicago. Eksekusi Spilotro mungkin menjadi sebab disintegrasi pakta prrdamaian penting yang diprakarsai Accardo pada 1977. Dalam pakta tersebut dilakukan pembagian otoritas: Las Vegas untuk Outfit Chicago, dan Atlantic City untuk para keluarga mafia New York. William Roemer, bekas agen FBI yang hampir 23 tahun mengikuti jejak Accardo, mengatakan bahwa peristiwa itu mempunyai semacam akar sejarah. "Menurut persetujuan 1977 itu, gerombolan Selatan boleh terus mengelola bisnis yang telah mereka kuasai di Las Vegas, asal jangan membuka diversifikasi. Itulah sebetulnya tugas pokok Spilotro," kata Roemer, yang kini jadi konsultan Komisi Antikejahatan Chicago. Agaknya, si "Semut" mulai bertindak melampaui kesepakatan itu. Di tengah kisruh menyusul kematian Spilotro, reaksi New York seperti menantang hegemoni Outfit di Las Vegas. Seperti yang kemudian dirasakan para petugas federal dan kepolisian Las Vegas, kegiatan kelompok-kelompok Selatan menjadi meningkat, terutama keluarga Genovese. "Pukulan terhadap Outfit betul-betul buruk," ujar seorang polisi yang tidak sudi membuka identitasnya. "Tidak hanya di Chicago, tetapi juga di sini, di Las Vegas, jagoan-jagoan New York itu menarik keuntungan besar dari persoalan ini." Vincent "Chin" Gigante, capo keluarga Genovese, adalah sebuah contoh yang kemudian menguasai banyak wilayah, yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Outfit. Gigante adalah jawara berperawakan raksasa, bekas petinju yang merancang gaya kekerasan Genovese. Bersama Tony Salerno dan Louis Manna, ia menjadi bagian "triumvirat" yang bertindak sebagai komite eksekutif Genovese. Kejutan yang terjadi setelah pembantaian Spilotro, dan kekosongan kekuasaan yang ditinggalkannya di Las Vegas, telah merusakkan reputasi Outfit di sepanjang Pantai Barat. Kelompok-kelompok kecil pada berebut rezeki. Dan ini sama sekali bukan pertanda yang baik untuk bos Pantai Barat, Peter Milano, yang didukung Accardo di Los Angeles. Ketika sebuah monopoli yang dipegang Outfit tiba-tiba menjadi berantakan, itu bisa menjadi semacam medan percontohan bagi banyak hal yang bersangkut paut satu sama lain. Yang terjadi di Pantai Barat itu bisa jadi merupakan awal bagi ihwal buruk yang bakal menimpa Chicago. Accardo semakin renta dan mengidap penyakit jantung. Bila dia mati, Outfit bakal mengalami huru-hara. * * * Di antara eksekutif Mafia yang sedang berangkat uzur, terbitlah sepucuk taruk yang menjanjikan kesinambungan kepemimpian. Tokoh penerus itu adalah Michael Franzese, putra John "Sonny" Franzese -- pemimpin keluarga Colombo yang dicurigai sebagai perampok bank. Michael baru 35 tahun, tokoh bisnis yang berbicara cepat, dan ayah yang tampan bagi lima orang putra. Ia sekaligus menggenggam sebuah kartel yang memproduksikan film (termasuk film horor Mausoleum dan film musik anak muda Knights of the City), membuka diskotek, bengkel dan toko mobil, perusahaan konstruksi, dan hampir memegang monopoli penjualan bensin di sepanjang Long Island. Ia menolak bila dikaitkan dengan reputasi ayahnya. Tahun lalu ia berbicara kepada wartawan, "Sudah tentu, saya mengenal orang-orang yang berhubungan dengan ayah saya. Tetapi, itu tidak lalu berarti bahwa saya melakukan bisnis dengan mereka, atau menjadi bagian dari gaya hidup yang mereka tempuh. Jangan coba membualkan omong kosong seperti itu." Siapa yang membual? Tuduhan pemerintah federal, yang terdiri dari 99 halaman dan mencakup 28 pasal, mengungkapkan cerita lain. Pemerintah AS menuduh Franzese muda ini menggelapkan setidak-tidaknya US$ 5 juta dari sektor pajak, asuransi, utang piutang, dan bisnis penjualan mobil. Korban penggelapan bisnis mobil ini meliputi General Motors, Mazda Motors of America, dan Beneficial Commercial Corp. Serangkaian pengusutan juga menunjukkan bahwa dia berperan dalam manipulasi ratusan juta dolar pajak penjualan bensin di New York, New Jersey, dan Florida. Mike Franzese tampak depannya memang bersih. Tapi ia mewarisi kiat bisnis dan gaya keras ayahnya. Menurut jaksa federal Jerry D. Bernsye Bernstein, salah seorang anak buah Mike Franzese pernah meremukkan kepala saingan sang bos dengan palu besar. Dan seorang petugas keuangan yang berniat menyelidiki pembukuan bisnis Franzese mendapat ancaman, "Tahukah Anda dengan siapa Anda berurusan? Atau Anda memang ingin kami mengeluarkan jantung Anda dari tempatnya?" Franzese juga pernah mengancam seorang rekannya yang berniat membuka rahasia penyelundupan pajak yang dilakukannya dalam bisnis penjualan bensin. Ia mengancam membunuh anak lelaki orang tersebut, bila niat tadi diteruskan. Orang itu kemudian terbang ke Panama. Empat bulan kemudian ia ditahan oleh para petugas federal dan dibawa pulang ke Amerika Serikat. Ia dihadapkan sebagai saksi dalam sebuah pengadilan yang menyidangkan Franzese. Pada bulan Maret, Franzese dinyatakan bersalah karena melakukan pemerasan dan persekongkolan gelap. Ia dijatuhi hukuman penjara 10 tahun, denda US$ 4,8 juta, ditambah US$ 10 juta lagi sebagai semacam ganti atas jumlah pajak yang digelapkannya. Tetapi, dasar mafia, ia ternyata mampu meyakinkan departemen kehakiman bahwa dia tidak akan mungkin membayar US$ 14,8 juta itu, kalau ia harus meringkuk di dalam penjara. Meski ia menjual semua rumah miliknya, berikut hak cipta sejumlah film yang sudah berada di tangannya, denda itu tidak akan mungkin dilunasi -- katanya. Lalu, tercapailah sebuah "persetujuan" yang memang luar biasa. Sebelum meringkuk di penjara, Franzese diberi "kebebasan terbatas" di bawah pengawalan beberapa deputi marshall. Biaya pengawalan itu dipikulkan kepada Franzese, yang dalam waktu singkat kemudian tampak mundar-mandir dengan gayanya di Hollywood bahkan diliput oleh jaringan televisi AS, NBC. Banyolan itu baru berakhir setelah Franzese memberikan cek palsu sebagai pembayar pengawalan atas dirinya. Pihak marshall murka bukan buatan, dan eksekutif muda mafia itu langsung dijebloskan ke dalam penjara. Pengusutan terhadap kasus Franzese menyingkapkan persekongkolan bisnis yang lain. Yang ini melibat Allied International Union, serikat buruh dengan 700 anggota yang khusus melayani pengawalan pribadi semacam satpamlah. Anggota serikat ini bekerja di tempat-tempat rawan, seperti kilang tenaga nuklir dan rumah judi. Allied International merupakan usaha patungan keluarga-keluarga Genovese, Gambino, dan-Colombo. Ketika bulan madu Gambino dan Genovese tamat, serikat buruh yang besar itu serta-merta merdi milik Colombo. Sebelum Allied International menjadi sayap Franzese, tersebutlah seorang Daniel Cunningham, pemborong di Smithown, Long Island. Ia merasa sudah membeli serikat buruh itu dari salah seorang tokoh Genovese US$ 90.000. Cunningham memang melihat sebuah jalan untuk menjadi kaya raya. Dia menerima pemasukan US$ 134.000 setahun, lalu menggaji istrinya, jandanya, dan pacar-pacarnya dari hasil serikat buruh ini. Cunningham mengaku pernah berniat melancarkan pemogokan para satpam untuk melawan lima kilang tenaga nuklir di sepanjang Pantai Timur, termasuk Three Mile Island. Dia juga pernah mengancam melakukan pemogokan yang bisa membikin bangkrut rumah-rumah judi Atlantic City. Pada 1981, ia diperkarakan dengan tuduhan penggelapan, pemerasan, dan penyuapan. Tahun lalu, dalam pemeriksaan yang dilakukan Komisi Kepresidenan, Cunningham mengungkapkan bahwa dia pernah berniat menjual serikat buruh itu kepada Mike Franzese, setelah dia sendiri meringkuk di dalam penjara. Tapi apa jawab Mike? Menurut Cunningham, orang muda mafia itu memberikan jawaban dengan yakin, "Mengapa aku harus membeli sesuatu yang sebetulnya sudah menjadi milikku?" Tempat Cunningham dalam serikat buruh itu kemudian digantikan oleh salah seorang anak buah Franzese, yang dengan cepat mengalihkan dana pensiun serikat buruh itu ke sebuah perusahaan asuransi di Virgin Islands. Pengutipan sampah, yang berada di bawah kontrol serikat buruh, merupakan ladang yang disukai mafia. Para pemimpin kelompok mafia mencoba menginfiltrasi bisnis ini di Chicago, Des Moines, dan beberapa kota lain -- tetapi tidak berhasil. Lain halnya dengan di kawasan New York, tempat pemerintah daerah menyediakan mobil-mobil sampah hanya untuk perumahan dan apartemen. Restoran, hotel, klub malam, bahkan gedung PBB di New York tidak mendapat pelayanan kebersihan pemerintah. Perusahaan-perusahaan swastalah, yang disebut carter, yang memberikan pelayanan itu. Carter-carter ini membagi wilayah mereka masing-masing, juga melakukan jual-beli dengan perusahaan sesama, dengan harga antara US$ 2.000 dan US$ 2 juta. Yang diperjualbelikan di sini ialah hak untuk memasuki wilayah tertentu. Di Long Island, keluarga Lucchese dan Gambino memutuskan bekerja sama, membagi keuntungan beberapa carter. Anthony Corallo, bos Lucchese yang kini dihadapkan ke pengadilan bersama Tony Salerno, menguasai Private Sanitation Industries Associates Inc. James Failla, seorang capo Gambino, mengendalikan serikat para sopir Teamster Local 813. Setiap tiga bulan, Corallo membayarkan US$ 50 ribu kepada Failla. Lama-lama Corallo, yang dibantu oleh sopir dan pembantunya yang tepercaya, Salvatore Avellino, berpikir cara mengurangi jatah yang harus dibayarkan secara tetap kepada Failla itu. Mereka akhirnya sampai pada kesimpulan, hal itu hanya mungkin terjadi dengan cara membentuk perkumpulan sopir lokal. Melalui alat penyadap yang ditanamkan di mobil Jaguar Avellino, Satgas Antikejahatan New York berhasil mendengar percakapan yang menarik. Kepada seorang temannya, Avellino menceritakan keharusan membentuk organisasi baru itu. "Kita coba saja menempatkan seorang menantu lelaki di kantor serikat buruh itu, kemudian, seorang anak perempuan, entah siapa, kita usahakan mendapat pekerjaan sekretaris. Artinya, kita lebih dulu membentuk staf yang terdiri dari orang-orang kita." Kemudian, dibangkitkan pembangkangan terhadap pemimpin serikat buruh yang bersangkutan. Kalau pemimpin yang mau digulingkan itu melawan, jago-jago yang akan meremukkan kepalanya sudah siap. Avellino, melalui pembicaraan telepon yang disadap itu, juga merinci keuntungan yang bisa ditarik dari serikat buruh pengangkut sampah. "Corallo sudah menceritakan semuanya kepadaku," kata Avellino dengan gaya sedikit bangga. "Sebuah serikat buruh yang kuat akan mendatangkan uang bagi siapa saja, termasuk untuk anak-anak bijak kita . . . dan uang itu akan terus bertambah besar jumlahnya, dua ribu, lima ribu, sepuluh ribu, dua puluh ribu, tiga puluh ribu, lima puluh ribu.... Namun, Corallo tidak mendirikan sebuah serikat lokal untuk menyaingi Gambino. Dia merasa, cukup dengan pengontrolan serikat lokal yang sudah dikenal, Teamster 295 dan 851. Anggota-anggota serikat ini memainkan peranan menentukan dalam bisnis angkutan udara US$ 4,2 milyar setahun di bandara Kennedy, New York. Serikat buruh ini berpengaruh menghambat merger Air Express International dengan CF Air Freight, cabang Consolidated Freightways. Merger itu tadinya diharapkan melibat uang US$ 63 juta. Menurut kontrak kerja Air Express, perusahaan itu akan meneruskan hubungannya dengan serikat buruh tadi, kendati terjadi merger. Syarat ini tidak bisa diterima Consolidated. Orang-orang Corallo menawarkan diri untuk membatalkan kontrak itu dengan US$ 500.000 tunai. Kedua perusahaan tersebut kemudian sepakat mengurungkan merger tersebut, dan Corallo gagal memperoleh uang. Tetapi, pada kesempatan-kesempatan lain, upaya pemerasan yang dilancarkan Corallo banyak juga yang mencatat sukses. Enam perusahaan angkutan udara yang beroperasi di bandara Kennedy -- Air Express, Union Air Transport, Kamino Air Transport, Schenkers International Forwarders, Three Way Corp., dan Hi's Airport Service -- "menyumbangkan" US$ 1,1 juta lebih ke kas gerombolan Corallo antara 1978 dan 1985. * * * * * Di banyak kota, kelompok-kelompok kriminal itu menggunakan hubungan-hubungan serikat buruh untuk memukul perusahaan-perusahaan resmi. Di Detroit, Vincent Meli menguasai bisnis angkutan baja melalui Teamster Local 124. Perusahaan truknya, Trans-Steel, melaksanakan kontrak-kontrak yang bahkan tidak memberikan tunjangan keuntungan kepada para sopir. Meli menyingkirkan semua saingannya dalam bisnis ini. "Di kawasan itu, saya tidak melihat industri lain, tempat gerombolan penjahat bisa menguasai keadaan begitu rupa," kata Craig Woodhouse, seorang penyelidik dari departemen tenaga kerja. Di Scranton, Pennsylvania, kewiraswastaan mafia mengambil bentuk agak lain. Di sini Eugene Boffa seorang kerabat kerja bos mafia lokai yang bernama Russell Bufalino, mengorganisasikan apa yang disebutnya bisnis "leasing tenaga kerja". Menurut laporan Komisi Kepresidenan, untuk melancarkan bisnis baru ini, Boffa tidak segan-segan menyuap atau menghancurkan yang disebutnya "pemimpin-pemimpin serikat buruh yang korup", termasuk Jackie Presser. Boffa kemudian mendirikan 30 perusahaan leasing tenaga kerja, yang memasok sopir truk untuk perusahaan-perusahaan raksasa seperti Shell Oil Co., Continental Corp., Coca-Cola, America Cyanamid, Crown Zellerbach, dan International Paper. Cara kerja perusahaan leasing itu memang sungguh mafiaistis. Mula-mula, perusahaan yang akan dijadikan langganan "diminta" memecat semua sopirnya. Kemudian, Boffa akan mempekerjakan mereka kembali, tapi dengan upah yang lebih rendah. Siapa, sih, setelah di-PHK-kan akan menolak tawaran Boffa? Syaratnya, 7%-10% upah kotor para sopir yang dipekerjakan kembali itu harus disetorkan kepada Boffa. Kemudian, Boffa sendiri akan menyetorkan separuh hasil pemerasannya ini kepada si bos, yaitu Bufalino. * * * Kriteria prestasi untuk naik pangkat di dalam organisasi mafia adalah keterampilan membunuh. Contohnya adalah John Gotti (kini bos peringkat ke-13), orang yang dengan tiba-tiba naik daun. Ketika berstatus bandit ketengan, Gotti punya kebiasaan yang menyebabkan dia mudah tertangkap. Ia pernah dihukum satu tahun karena pembongkaran dan pencurian. Empat tahun untuk pencurian truk penuh dengan kain di bandara Kennedy. Dan bandit ini pernah diadili gara-gara membajak truk berlapis baja. Para penegak hukum mengatakan, Gottilah yang mengatur pembunuhan bos keluarga Gambino, Castellano si "Paul Besar" dan pengawalnya, di Sparks Steak House di Manhattan, akhir Desember lalu. Para wartawan menggambarkan Gotti sebagai bos baru keluarga Gambino, dan reinkarnasi bandit legendaris Al Capone. Gaya potongan bajunya Mercedes 450 SL hitamnya, kejenakaannya menjawab di sidang pengadilan, dan potongan rambutnya yang necis adalah bahan berita yang sensasional. Tapi, sebenarnya, ketenarannya sebagai "mahabintang" lebih sekadar kesan daripada yang sesungguhnya. Ia menyatakan diri sebagai distributor piringan hitam. Pengalaman nyatanya adalah sebagai lintah darat, pembajak, dan tukang pukul. Bandit berusia 46 tahun ini, tampaknya, tak layak memimpin bisnis keluarga Gambino -- dari penjualan daging dan makanan ayam sampai industri garmen. Dan, tampaknya, ia memang akan kehilangan kesempatan: Gotti dijatuhi hukuman 45 tahun penjara. Menurut Presiden Komisi untuk Kejahatan Terorganisasi, operasi perdagangan daging dan bahan makanan keluarga Gambino demikian luasnya, hingga pihak produsen mengeluh. Mereka, menurut laporan itu, dipaksa mengadakan perjanjian yang, tentu saja, menguntungkan bandit-bandit itu. Antara lain Paul Castellano memimpin Dial Poultry Co., sebuah perusahaan distribusi makanan ayam terbesar di Brooklyn -- yang kini dikemudikan oleh anaknya, Paul Jr. dan Joseph. Sepupu si Paul Besar, Peter Castellana Sr., terdaftar sebagai manajer pemasaran Quarex Industries, perusahaan grosir lain yang mempunyai omset US$ 100 juta lebih. Dan inilah fakta yang diperoleh Komisi untuk Kejahatan Terorganisasi itu. Frank Perdue, kepala pabrik pengolahan makanan ayam, yang mempunyai omset US$ 840 juta per tahun, terpaksa memakai Dial Poultry sebagai distributor produknya. Hubungan ini adalah contoh bagaimana para pengusaha legal kemudian berbelok ke "usaha yang berbau kriminal" untuk memenangkan persaingan. Pada mulanya, begitu tutur Perdue kepada Komisi tersebut, ia enggan berhubungan dengan Dial. Ia tahu, Paul Castellano, pimpinan Dial, adalah seorang mafiosi. Tapi, begitu Perdue melihat bahwa perusahaan distributor itu bisa mengembangkan penjualan, "Saya mulai bertanya-tanya, kenapa saya tak bekerja sama dengan dia." Dan, sementara produksi Perdue meningkat karena Dial, ia meminta tolong si Paul Besar untuk menghentikan kampanye organisasi serikat buruh di pabrik pengolahannya di Accomac, Virginia. Katanya, "Saya pikir, karena mereka mempunyai tangan-tangan yang panjang, tentunya ia bisa memberi pertolongan." Maksud Perdue dengan "tangan yang panjang" adalah "mafia" dan "gerombolan"-nya. Tapi, kata Castellano, "Accomac jauh dari Brooklyn," maka ia tak melakukan apa pun. Komisi untuk Kejahatan Terorganisasi itu menghitung, penghasilan bersih mafia -- yakni pendapatan kotor dikurangi pembayaran untuk gaji, transportasi, kesejahteraan, dan uang hadiah -- sekitar US$ 30 milyar per tahun. Keuntungan sebesar itu sedikit menimbulkan persoalan. Sebagian besar uang itu berwujud pecahan uang kertas sepuluhan dan dua puluhan dolar. Nah, membelanjakan kertas-kertas hijau sepuluhan dan dua puluhan dalam jumlah besar, tentu, segera mengundang kecurigaan orang. Salah satu jalan keluar adalah dengan mengirimkan, lewat kurir gelap, uang itu ke bank-bank di Bahama, Swiss, atau Hong Kong. Gennaro Angiulo, bos peringkat ke-34, punya cara yang mudah. Underboss yang berambut keperakan, yang tinggal di Boston, ini memimpin markas besar di ujung utara. Tiap hari-hari tertentu, para pekerjanya memasukkan uang-uang receh itu ke dalam kantung-kantung cokelat untuk makanan. Lalu, mereka membawa kantung-kantung itu ke First National Bank, cuma tiga blok dari markas. Mereka kembali hanya membawa sejumlah cek. Praktis dan aman. Meski Angiulo memiliki kawasan pantai di luar kota, di Nahant, dan sebuah kapal pesiar seharga US$ 320.000, pasukan kantung-kantung cokelatnya tak menimbulkan kecurigaan apa pun. Pengecekan uang itu, sebenarnya, menyalahi Undang-Undang Federal tahun 1970. Yakni bahwa semua bank harus melaporkan kuitansi penerimaan uang kontan US$ 10.000 atau lebih. Pada 1981 pemerintah AS menyelundupkan beberapa agen untuk menguping kegiatan Angiulo. Hasil penyidikan itu, Angiulo dituduh telah melakukan berbagai penipuan. Dan bank di Boston itu, tentu saja, mengalami sedikit masalah. Antara 1979 dan 1982, pihak Angiulo telah membelanjakan cek US$ 8,3 juta. Pihak bank gagal membuktikan 105 lembar cek seharga US$ 1,8 juta, ditambah US$ 1,2 milyar yang ditransfer ke luar negeri sebagai milik Angiulo. Pihak bank mengakui bersalah, dan karena itu didenda US$ 500.000. Sementara itu, Angiulo kena US$ 120.000 dan penjara 45 tahun. Dalam sidang pengadilan diungkapkan hasil sadapan telepon oleh FBI: "Kami telah menguburkan 20 orang Irlandia untuk mengambil alih kota ini," kata Angiulo dengan sombongnya. "Kami bandar judi. Kami penjual mariyuana. Kami dagang gelap di sana dan di sini. Kami tukang membakar rumah. Kami ini segalanya." "Juga germo," tambah suara lain. "Jadi, apa lagi," sahut Angiulo, yang tampaknya tak rela menghapus satu pun sejumlah kegiatan bisnisnya. Dan mafia pun makin dilucuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus