Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Basuki Bukan Ahok Lagi
Tim sukses Basuki-Djarot menggarap pemilih muslim di basis pemilih Agus Harimurti di Jakarta Timur dan Selatan. Ada iming-iming umrah.
DI depan sekitar 200 warga Cipinang, Tubagus Ace Hasan Syadzily berseloroh tentang ketakutan pemilih mencoblos Basuki Tjahaja Purnama karena calon Gubernur DKI Jakarta itu beragama Kristen. Sekretaris pemenangan Basuki-Djarot Saiful Hidayat ini berbicara di pengajian yang digelar Partai Golkar pada Kamis pekan lalu.
"Katanya, enggak boleh memilih Pak Ahok karena agamanya beda," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar ini. "Tenang, Ibu-ibu, solusinya adalah coblos saja Pak Haji Djarot karena sudah pasti beragama Islam. Coblos kumisnya atau kopiah Pak Haji Djarot."
Peserta pengajian yang sudah sejak pukul 12.00 berkumpul di aula rumah Agung Laksono di Cipinang Cempedak II, Jakarta Timur, itu tertawa dan bertepuk tangan. "Kenapa saya berkali-kali menyebut Haji Djarot?" ujar Ace. "Karena Pak Djarot sudah tidak diragukan lagi hajinya. Jadi jangan ragu pilih Basuki dan Pak Haji Djarot."
Urusan "Pak Haji" dan "kopiah" menjadi soal serius bagi tim sukses Basuki-Djarot dalam menghadapi pemilihan Gubernur DKI putaran kedua pada Rabu pekan ini. Juru bicara pasangan nomor urut dua ini, Bestari Barus, mengatakan tim pemenangan berfokus menyasar pemilih beragama Islam, terutama di Jakarta Timur dan Selatan, dua wilayah Basuki-Djarot kalah di putaran pertama.
Berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Umum Jakarta, dari 1,193 juta pemilih di Jakarta Selatan, Basuki-Djarot memperoleh 38,7 persen suara. Sedangkan pesaing mereka, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, unggul dengan 46,5 persen. Di Jakarta Timur, dengan jumlah pemilih 1,586 juta orang, Basuki-Djarot mengantongi 38,8 persen, sementara Anies-Sandi meraih 46,5 persen suara.
Untuk mendapat dukungan dari pemilih Islam, tim sukses Basuki-Djarot mulai menggencarkan jualan mereka terkait dengan program yang dekat dengan kelompok mayoritas ini. Bestari mengatakan dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa menjadi modal untuk merebut pemilih Islam. Dua partai ini memiliki basis pemilih Islam yang kuat di Jakarta Timur dan Selatan.
Selain itu, penampilan kedua pasangan ini mulai dipoles. Pada akhir Maret lalu, tim sukses mengajukan perubahan foto ke Komisi Pemilihan Umum Jakarta untuk surat suara putaran kedua. Tetap mengenakan kemeja kotak-kotak, Djarot kini memakai peci, meniru Anies dan Sandiaga, yang memakainya sejak putaran pertama. "Peci lebih disukai pemilih Jawa," kata Bestari.
Tim sukses juga mengubah nama panggilan sang calon. Dalam kampanye, tim tak lagi memanggil "Ahok", tapi "Basuki". Menurut seorang anggota tim, meski lebih populer, panggilan "Ahok" punya sentimen negatif di masyarakat.
Maka, saat pengajian di rumah Agung Laksono itu, Ace mengoreksi penyebutan nama Basuki oleh peserta pengajian. "Jadi nanti pilih siapa, Ibu-ibu?" tanyanya.
"Ahoook...."
"Iya, benar. Pilih Pak Basuki dan Pak Haji Djarot. Jadi pilih siapa?"
"Ahoook...."
"Pilih Pak Basuki dan Haji Djarot. Kalau tidak, berarti enggak bersyukur atas nikmat Allah karena telah menghentikan pemimpin yang membantu."
KEKALAHAN Basuki-Djarot di Jakarta Timur dan Selatan menjadi pemantik tim sukses mengubah gaya kampanye. Menurut Ketua Relawan Nusantara (RelaNU) Nusron Wahid, ketuk pintu kurang efektif dibanding kampanye lewat pengajian.
Bekas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu mengatakan, sejak pemilihan putaran pertama pada 15 Februari lalu, ia pontang-panting menggarap 300 pengajian. Lebih dari setengahnya ada di Jakarta Timur dan Selatan. Dan dua wilayah itu adalah pemilih Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, yang terpental di putaran pertama.
Berdasarkan exit poll Indikator Politik Indonesia, hampir semua pemilih Agus beragama Islam. Secara keseluruhan, Agus mengantongi 20 persen suara pemilih muslim. Sedangkan Ahok hanya memperoleh 33 persen dari 6 juta pemilih Jakarta yang beragama Islam.
Basuki-Djarot sebenarnya sudah memakai sentimen agama saat berkampanye di putaran pertama. Pada akhir Oktober tahun lalu, pasangan ini meneken kontrak politik dengan PPP kubu Djan Faridz. Judulnya "Tujuh Program untuk Umat Islam Jakarta". Beberapa program di antaranya membangun masjid raya di setiap wilayah, meningkatkan kesejahteraan pengurus masjid seperti marbut atau imam, dan memberikan anggaran rutin untuk perbaikan atau perawatan masjid. Juga memberangkatkan pengurus masjid atau majelis taklim melaksanakan umrah ke Mekah.
Basuki mengatakan umrah sebenarnya masuk program kerja di Jakarta. Dulu hanya 10 orang pengurus per tahun. Ia berjanji akan memberangkatkan 100 marbut per dua bulan bila terpilih lagi. "Saya berharap 3.000-an marbut di Jakarta bisa berangkat umrah," ujarnya.
Dalam beberapa kesempatan, Basuki juga mengatakan berharap mendapat dukungan dari umat Islam. "Jadi gubernur itu ditopang doa orang banyak. Bukan hanya dari yang Kristen, tapi juga muslim," ujar Basuki saat menghadiri Istigasah Kebangsaan Warga Nahdliyin DKI Jakarta di halaman Masjid Al-Huda, Februari lalu.
Sayangnya, kata seorang anggota tim suksesnya, kontrak politik ini belum tokcer mengerek suara Basuki di putaran pertama karena PPP terpecah mendukung Basuki dan Agus. Akibatnya, mesin partai di bawah tidak leluasa bergerak, sehingga program ini kurang bergaung. Kini PPP kubu Lulung Lunggana memilih Anies-Sandiaga.
Di Jakarta Timur, suara PPP lumayan banyak, 425 ribu pada pemilihan legislatif 2014. Awal April lalu, PPP kubu Romahurmuziy menyatakan dukungan kepada Ahok. Juga Partai Kebangkitan Bangsa yang berbasis anggota Nahdlatul Ulama menyatakan siap memenangkan Basuki-Djarot.
Bestari mengatakan masuknya PPP dan PKB memudahkan tim pemenangan masuk ke kantong-kantong pemilih muslim yang dikuasai tim Anies dan Agus di putaran pertama. Untuk lebih memudahkan penetrasi, Basuki dan Djarot menemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj pada Senin pekan lalu.
Said Aqil, seusai pertemuan, mengatakan hanya bisa mendoakan agar Basuki dan Djarot bisa menjaga kepercayaan publik jika terpilih. Nusron Wahid menuturkan, NU memang tidak memberikan dukungan secara langsung. Namun pertemuan tersebut menjadi sinyal positif bagi para pemilih muslim. "Setidaknya mereka bisa lebih tenang memilih Basuki-Djarot," ujarnya.
Pertemuan dengan Pengurus Besar NU juga ditujukan untuk menggaet simpati pemilik suara yang tidak mencoblos pada putaran pertama. Tim Basuki-Djarot yakin mereka yang golput itu cenderung memilih Ahok di putaran kedua. Dalam pemilihan lalu, ada 22 persen warga DKI Jakarta yang tidak menggunakan hak pilih.
Menurut Ace Syadzily, strategi baru ini membuahkan hasil. Berdasarkan sigi Saiful Mujani Research and Consulting, tingkat keterpilihan Basuki-Djarot saat ini 46,9 persen, masih kalah 1 persen dibanding Anies-Sandi. Namun, kata Ace, keterpilihan Basuki cenderung naik.
Pekerjaan rumah tim pemenangan Basuki-Djarot masih berat di Jakarta Selatan. Menurut Nusron, wilayah itu merupakan basis massa Partai Keadilan Sejahtera, yang merupakan pendukung Anies-Sandi. Nusron yakin mereka bisa menggaet pemilih lewat acara pengajian.
Salah satunya "Jakarta Bersalawat" yang digelar di Lapangan Sepak Bola Blok S, Senopati, Jakarta Selatan, Kamis malam pekan lalu. Dalam acara yang dihadiri sekitar 500 orang itu, Djan Faridz berpesan kepada peserta agar memilih Basuki. "Sebagai ahlussunnah wal jamaah, pilihlah pemimpin yang satu aliran dengan kita," ujarnya.
Beberapa jam sebelumnya, Nusron Wahid juga berpromosi lewat pengajian di Majelis Taklim An-Nisa Nahdlatul Ulama di Gedung Pegadaian Kramat, Jakarta Pusat. Setelah salam, Nusron mengatakan mendukung Basuki-Djarot. "Tidak ada alasan dan keraguan memilih mereka karena program kerjanya dekat dengan Islam," ujarnya.
Kepada para peserta yang hadir, Nusron mengatakan Basuki dan Djarot punya banyak program membantu umat Islam. Dari lima program yang diceritakan Nusron, satu program mendapatkan tepuk tangan meriah, yakni umrah untuk pengurus masjid se-Jakarta.
"Saya sudah memberangkatkan satu kloter," ujar Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ini. "Untuk yang belum berangkat, ada kloter selanjutnya, tapi nanti jika Pak Basuki-Djarot menang."
Syailendra Persada, Anton Septian, Devy Ernis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo