Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak pasangan suami dan istri yang memperebutkan hak asuh anak setelah bercerai. Menentukan siapa yang berhak membawa anak-anak setelah perceraian juga sering tak menemui kesepakatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikolog Dessy Ilsanti menjelaskan tindakan yang paling dianjurkan pada situasi seperti itu. Untuk seorang istri, permintaan bercerai dan hak asuh anak tentunya hal besar dalam kehidupannya, yang akan menimbulkan berbagai macam emosi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebenarnya hak asuh itu harus diperhatikan demi kesejahteraan anak, bukan untuk ego suami atau istri,” tuturnya.
Bila kedua orang tua menunjukkan kasih sayang yang sama, harus diperhatikan pihak mana yang dapat memenuhi kebutuhan anak secara garis besar, termasuk kebutuhan finansial dan mental.
“Biasanya istri memiliki kedekatan emosional sebagai seorang ibu dan anak di bawah umur biasanya harus sama ibu,” jelas Dessy.
Namun harus tetap dilihat dari sisi finansial juga. Setelah bercerai, istri harus bisa menafkahi diri sendiri. Bila memiliki hak asuh anak, istri juga harus bisa membiayai kebutuhan finansial anak-anaknya. Intinya, keputusan ini harus dilihat secara objektif.
“Kalau suami minta hak asuh anak, harus mempertimbangkan apakah akan menguntungkan anak. Sebagai ibu tidak bisa egois dan harus memikirkan yang terbaik untuk anaknya,” ujar Dessy. Namun anak di bawah umur dianjurkan untuk tetap bersama ibunya.