Sepi dan Amuk untuk Golkar |
PARTAI Golkar sudah lewat magrib. Begitu mungkin kiasan yang pas untuk mengilustrasikan kondisi partai berlambang beringin ini sekarang. Tampil perkasa dalam pemilu yang sudah-sudah, partai bernomor 33 itu kini seperti pohon kurang air. Lautan massa yang gegap-gempita pun tinggal kenangan. Suasana kampanye hari pertama di Surabaya bisa menjadi contoh.
Kampanye yang menampilkan bekas Menteri Kehakiman Oetojo Oesman, calon anggota legislatif Partai Golkar Surabaya, itu berlangsung di suatu tempat terpencil dan susah dicari, yakni Dusun Sawo, Kelurahan Beringin, Kecamatan Lakarsantri. Saking terpencilnya tempat itu, rombongan Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I dan Panitia Pengawas Pemilu yang menyertai rombongan Gubernur Jawa Timur Imam Oetomo dan para wartawan sampai tersesat berjam-jam untuk menemukannya.
Kampanye pun terpaksa dilakukan di rumah salah seorang penduduk yang kebetulan pendukung Partai Beringin karena, menurut H. Turkam Badri, yang menjadi pelaksana kampanye DPD II Golkar Kota Madya Surabaya, mereka kesulitan mendapatkan tempat yang memadai di Dusun Sawo yang terpencil itu. Simpatisan yang hadir hanya sekitar 100 orang. Mereka duduk berimpitan di kursi plastik dan mendapat suguhan sederhana semacam kacang, pisang, dan talas rebus.
Kepada Jalil Hakim dari TEMPO, Oetojo berkomentar diplomatis, "Jangan dilihat dari jumlah massa yang hadir. Tapi semangat kehadirannya yang menandakan bahwa Golkar merupakan partai yang masih ada pendukungnya."
Sementara itu, selama hari-hari pertama kampanye di Jakarta, masyarakat mulai menunjukkan rasa "permusuhannya" kepada Golkar. Di kawasan Monas, Jakarta, misalnya, di awal masa kampanye Rabu pekan lalu, mereka membakari atribut seperti bendera dan kendaraan hias yang semestinya dipakai untuk pawai. Para pendukung acara sempat lari kocar-kacir, termasuk artis dan pelawak. Inikah pertanda senja memang telah tiba bagi Golkar?