Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Bernardus Wisnu Widjaja, mengatakan pemerintah memprioritaskan pengendalian wabah di delapan provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Supaya penularan virus corona terkendali, menurut Wisnu, ketaatan warga terhadap protokol kesehatan menjadi penting.
Wisnu menuturkan, manusia adalah penular utama dalam wabah Covid-19. Semakin intensif sebuah interaksi, risiko penularan semakin besar.
JAKARTA – Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Bernardus Wisnu Widjaja, mengatakan pemerintah memprioritaskan pengendalian wabah di delapan provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Papua, dan Sulawesi Selatan.
Supaya penularan virus corona terkendali, menurut Wisnu, ketaatan warga terhadap protokol kesehatan menjadi penting. “Satgas (Satuan Tugas Penanganan Covid-19) memprioritaskan pada pencegahan,” ujar Wisnu dalam diskusi daring bertajuk “Bangkit dari Pandemi”, kemarin.
Wisnu menuturkan manusia adalah penular utama dalam wabah Covid-19. Semakin intensif sebuah interaksi, risiko penularan semakin besar. Sementara itu, kata dia, disiplin warga dalam menerapkan protokol kesehatan masih rendah. Inilah yang membuat penyebaran virus corona di delapan provinsi belum terkendali. “Daerah ini adalah kawasan padat semua,” ujar Wisnu.
Meski demikian, dia menambahkan, pemerintah tetap berusaha menggenjot penanganan dari sisi kesehatan. Hal itu di antaranya adalah peningkatan kemampuan pemeriksaan serta mendorong pelacakan kontak serta isolasi yang masif. Dia mengakui dua kebijakan ini belum berjalan optimal karena pelayanan kesehatan di daerah yang belum memadai.
Wisnu menyebutkan, Satuan Tugas diberi target untuk mengubah status penularan di kawasan terparah dari merah menjadi kuning atau hijau. Berdasarkan keterangan Satuan Tugas, zona merah menandakan kondisi penularan masih sulit dikendalikan. Adapun pada zona hijau, penyebaran virus dianggap sudah terkendali.
“Pada akhir tahun ini kami harapkan delapan wilayah itu bisa diubah dari zona merah ke kuning atau hijau,” tutur dia.
Fokus penanganan wabah di delapan provinsi dinyatakan Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas penanganan wabah dan pemulihan ekonomi, Senin lalu. Menurut Jokowi, pengendalian Covid-19 di kawasan ini menjadi penting karena daerah tersebut menyumbang lebih dari 74 persen kasus nasional.
Selain mengendalikan penularan, Jokowi menginstruksikan jajarannya agar menekan angka kematian dan meningkatkan kesembuhan pasien. “Peralatan rumah sakit yang kekurangan segera selesaikan,” ujar dia.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengakui kepatuhan warganya terhadap protokol kesehatan masih rendah. Berdasarkan survei yang dihelat otoritas provinsi, baru sekitar 50 persen penduduk yang menyadari pentingnya mengenakan masker.
Guna meningkatkan kedisiplinan warga, pemerintah Jawa Barat menyiapkan sanksi berupa denda ataupun hukuman sosial bagi warga yang tak memakai masker. Ridwan menuturkan pemberian sanksi tetap dibarengi dengan peningkatan deteksi Covid-19 dan pelacakan kontak. “Ada 60 ambulans yang disulap menjadi mobil tes dan wara-wiri ke sana-kemari,” ujar Ridwan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengemukakan daerahnya telah merilis perubahan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 untuk meningkatkan kedisiplinan warga terhadap protokol kesehatan. Khofifah menuturkan, dalam ketentuan itu, Satuan Polisi Pamong Praja dapat menggandeng TNI dan Polri untuk memantau kedisiplinan warga.
Di Sulawesi Selatan, Gubernur Nurdin Abdullah menuturkan pihaknya tetap melanjutkan strategi penanganan kasus yang terpusat di Makassar. Menurut dia, selain menekan penyebaran wabah di daerah-daerah terpencil, perawatan seluruh pasien positif di ibu kota provinsi juga memperkecil angka kematian. “Kalau itu tak dilakukan, maka sekitar 4.000 orang berisiko menulari hingga 200 ribu orang,” ujar Nurdin.
Juru bicara platform advokasi penanganan wabah KawalCOVID19, Miki Salman, menuturkan peningkatan kasus positif disebabkan oleh pelonggaran pembatasan sosial yang tak dibarengi dengan pelacakan agresif. Berdasarkan catatan KawalCOVID19, hampir semua provinsi mengantongi rapor merah karena hanya berhasil melacak maksimal 10 orang dalam setiap kasus positif. Idealnya, kata Miki, petugas pelacakan mampu mendeteksi serta mengisolasi 25 orang dalam setiap kasus. “Kalau pelacakan kurang, akan banyak orang tanpa gejala yang berkeliaran dan penularan terus berlangsung,” ujar Miki.
ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo