Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Almas Tsaqibbirru kembali melejit usai menggugat dua tokoh ternama sekaligus, yakni Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dan pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, pada Senin, 29 Januari lalu. Jejak Almas tak bisa dipisahkan dari kiprah ayahnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketenaran Almas bermula saat dirinya mengajukan permohonan uji material Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang teregistrasi dengan nomor perkara No.90/PUU-XXI/2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Permohonan yang berkaitan dengan batas usia capres-cawapres itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga memuluskan langkah Gibran menjadi cawapres pendamping Capres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto.
Kemenangan Almas itu pun disambut baik oleh Boyamin. Menurut dia, gugatan ke MK itu merupakan latihan bagi putranya yang sedang belajar mendalam di bidang hukum. Hal itu dia akui dalam laporan Majalah Tempo edisi 16-22 Oktober 2023.
"Aku hanya konfirmasi itu anakku, selebihnya lawyer, karena hargai kerja-kerja lawyer-nya," kata Boyamin dikonfirmasi Tempo, Selasa 17 Oktober 2023.
Kini nama Almas kembali menjadi sorotan usai menggugat Denny Indrayana ke Pengadilan Negeri Banjarbaru atas perkara perbuatan melawan hukum dengan tuntutan ganti rugi mencapai Rp 500 miliar rupiah.
Almas meminta agar profesor hukum itu meminta maaf karena dianggap telah menuduh dirinya terlibat dalam kejahatan terencana dan teroganisir dalam permohonan uji materi di MK.
Tak hanya menyasar Denny Indrayana, gugatan terhadap Gibran juga diajukan Almas ke Pengadilan Negeri Surakarta atas perkara wanprestasi dengan permintaan ganti kerugian sebesar Rp 10 juta rupiah. Gibran turut dituntut mengucapkan terima kasih karena berhasil menjadi cawapres berkat permohonan MK yang diajukannya terkabul.
Selanjutnya: Berkenaan dengan dua gugatan itu, Boyamin ...
Berkenaan dengan dua gugatan itu, Boyamin enggan berkomentar. "Maaf aku ora iso jawabnya karena bukan para pihak dalam gugatan tersebut," katanya lewat pesan tertulisnya saat dikonfirmasi Tempo, Jumat, 2 Februari 2024.
Alih-alih memberikan tanggapan soal dua gugatan putranya itu, Boyamin menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab ke kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, yang turut membuat surat gugatan itu. "Lawyer aja ya," tuturnya.
Sempat beredar kabar gugatan Almas ke MK itu atas permintaan Lingkaran Solo dan Kapolri. Saat diwawancara Majalah TEMPO pada 28 September lalu, Boyamin Saiman menyatakan tak ada cawe-cawe dalam permohonan itu.
Boyamin dekat dengan Jokowi sejak masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Ia mengaku sering berenang bersama Jokowi. Namun, Boyamin mengklaim gugatan yang diajukan anaknya merupakan ranah keilmuan.
Jejak Gugatan Boyamin Saiman dan Anaknya yang lain di awal 2024, yaitu saat menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) berkenaan dengan kasus Harun Masiku.
Dia mendesak agar persidangan in absentia segera digelar mengingat keberadaan politikus PDI Perjuangan itu yang hingga kini belum ditemukan.
"Gugatan ini untuk mendesak dan setengah memaksa agar kasus Harun Masiku segera diselesaikan," kata Boyamin saat dikonfirmasi Tempo, Senin, 22 Januari 2024.
Gugatan terhadap KPK pernah dilayangkan oleh Boyamin atas penangkapan Eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Hal itu dia ajukan karena saat itu Eddy belum ditahan KPK meski sudah menyandang status tersangka.
"Gugatan praperadilan ini dalam rangka memaksa KPK berlaku adil, yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka Eddy Hiariej, karena tersangka pemberi suap, Dirut PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan telah ditahan," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Januari 2024.
Belakangan, dua anak Boyamin lainnya, Roberto Bellarmino dan Marselinus Edwin Hardhian, menjadi sorotan. Mereka menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pernyataan Jokowi tentang presiden yang boleh kampanye pada Jumat, 2 Februari 2024. Gugatan dengan nilai tuntutan mencapai Rp 30.312.024 itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dan langsung dicabut pada hari yang sama.
Selanjutnya: Profil Boyamin Saiman
Profil Boyamin Saiman
Boyamin Saiman adalah seorang pengacara yang lahir di Balong, Ponorogo, Jawa Timur, pada 20 Juli 1969. Boyamin menempuh kuliah hukum di Fakultas Hukum Universitas Surakarta.
Pada 1997, Boyamin sempat mencicipi dunia politik. Saat itu ia bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan menjadi anggota DPRD Solo. Setelah itu, Boyamin lebih dikenal sebagai tokoh antikorupsi yang getol membongkar kasus di Tanah Air bersama MAKI.
Selama berkecimpung dalam dunia politik, Boyamin telah membangun reputasi sebagai seseorang yang keras menentang praktik korupsi. Meskipun hidup di bawah pemerintahan Orde Baru, ia tetap gigih dalam mengungkapkan jaringan korupsi dalam struktur birokrasi.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, seusai memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 17 Mei 2022. Boyamin diperiksa kapasitasnya sebagai Direktur PT Bumirejo, terkait pengembangan perkara pencucian uang dengan tersangka Bupati Banjarnegara (nonaktif), Budhi Sarwono, dalam korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah tahun 2017-2018. TEMPO/Imam Sukamto
Karena sikapnya ini, Boyamin pernah dicatat sebagai buronan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Kasus yang kencang dikritisi Boyamin saat itu adalah Waduk Kedung Ombo di Boyolali.
Setelah masa jabatannya habis sebagai DPRD Solo, Boyamin pindah ke Semarang. Di sana ia terlibat di lembaga bantuan hukum. Boyamin juga tercacat sebagai salah satu pendiri Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau KP2KKN. Komite ini ditegakkan di Semarang pada 8 Mei 1998, beberapa hari jelang lengsernya Soeharto.
Untuk mengejar karier sebagai seorang pengacara, Boyamin memutuskan merantau ke Jakarta. Ia meyakini di ibu kota potensi kariernya akan lebih berkembang. Setibanya di Jakarta, Boyamin mendirikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI pada 2007.
Aktivitasnya dalam memerangi korupsi membuatnya beberapa kali terlibat dalam masalah hukum. Pada 2012, dia pernah ditangkap karena mengajukan gugatan terkait proyek Bank Dunia di Jambi. Hingga saat ini Boyamin bersama MAKI aktif membongkar sejumlah kasus korupsi di Indonesia.
SAVERO ARISTIA WIENANTO | ANANDA RIDHO SULISTYA | ADE RIDWAN | SEPTHIA RYANTIE | HENDRIK KHOIRUL MAHMUD | KORAN TEMPO | MAJALAH TEMPO