Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cara Lama Atasi Skandal

Pemerintah berulang kali membentuk satuan tugas untuk menyelesaikan suatu skandal. Upaya berulang yang dinilai tak efektif.

5 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pembentukan Satgas TPPU menandakan adanya ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah yang lain.

  • Hasil kerja satgas tidak selamanya optimal.

  • Kewenangan Satgas TPPU berpotensi tumpang-tindih dengan fungsi penegakan hukum.

JAKARTA – Pemerintah sudah berulang kali membentuk satuan tugas, tim, ataupun sejenisnya setiap kali menyelesaikan suatu skandal. Yang teranyar, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) untuk menelusuri transaksi keuangan janggal sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satgas TPPU terdiri atas tim pengarah, tim pelaksana, kelompok kerja, dan tim ahli. Tim pengarah, tim pelaksana, dan kelompok kerja berasal dari Kementerian Koordinator Polhukam, Kementerian Koordinator Perekonomian, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sedangkan tim ahli berasal dari luar struktur pemerintah. Ada 12 anggota tim ahli, di antaranya mantan Kepala PPATK, Yunus Husein dan Muhammad Yusuf; mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode M. Syarif dan Mas Achmad Santosa; serta ekonom Faisal Basri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyoalkan pembentukan Satgas TPPU. Ia berpendapat pemerintah sering kali membentuk satgas ketika menangani masalah, padahal ada kementerian atau lembaga yang berwenang menanganinya. Agus menilai pembentukan satgas ini menandakan adanya ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah yang lain untuk menyelesaikan skandal tersebut.

"Dalam konteks Satgas TPPU, ada lembaga yang memang tugasnya meliputi itu, yaitu di Kementerian Keuangan," kata dia, Kamis, 4 Mei 2023. 

Agus melanjutkan, hasil kerja satgas juga tidak selamanya optimal. Misalnya, pembubaran Pertamina Energy Trading Ltd (Petral)—anak usaha PT Pertamina yang didirikan di Singapura. Pembubaran Petral tidak membereskan mafia dalam urusan minyak dan gas. "Sepengalaman saya, pembentukan satgas tidak menghasilkan apa pun," ujarnya.

Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) melaporkan perkembangan terakhir kerja tim ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. (tengah), di Jakarta, Desember 2022. Dok. Humas Polkam 

Konteks lainnya, kata Agus, penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu lewat pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPPHAM). Tim ini sudah bekerja dan menyerahkan rekomendasinya kepada Presiden Joko Widodo, Januari lalu. Kini pemerintah kembali membentuk tim guna menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

"Faktanya, banyak keluarga korban yang tidak mau kasusnya diselesaikan secara non-yudisial," kata Agus. Ia menyarankan pemerintah seharusnya memaksimalkan kinerja kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab menangani pelanggaran HAM berat masa lalu. 

Koordinator Divisi Riset dan Mobilisasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rozy Brilian, mengatakan pembentukan satgas dalam setiap upaya penanganan masalah menjadi bukti adanya ketidakefektifan pada lembaga formal pemerintah. Ia mencontohkan Satgas TPPU yang baru saja dibentuk. 

Kewenangan Satgas TPPU berpotensi tumpang-tindih dengan fungsi penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum. Padahal Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur bahwa penyelesaian pidana pencucian uang menjadi kewenangan penegak hukum. "Di undang-undang itu, tidak ada yang namanya satgas. Yang ada ialah KPK, kejaksaan, dan kepolisian," kata Rozy.

Ia menambahkan, pembentukan Satgas TPPU juga berimbas pembengkakan anggaran. Sebab, operasi satgas tersebut pastinya membutuhkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Padahal dana itu bisa digunakan untuk menguatkan lembaga formal sekaligus memperbaiki tatanan dan sistemnya.

Rozy juga menyoalkan pembentukan TPPHAM. Ia menganggap keberadaan tim itu membuktikan bahwa pemerintah memaksakan kehendak kepada keluarga korban untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tanpa melalui mekanisme pengadilan HAM. Padahal mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang melakukan penyelidikan, lalu penyidikan oleh Kejaksaan Agung, dan selanjutnya penyelesaian lewat pengadilan HAM.

Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) melihat plang sita aset PT Bogor Raya Development oleh di Klub Golf Bogor Raya, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 22 Juni 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat

Pemerintah juga sempat membentuk Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2021. Satgas ini bertugas menagih kerugian negara sebesar Rp 110,45 triliun dari para obligor. Satgas BLBI yang bertugas selama tiga tahun ini terdiri atas perwakilan Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Polhukam, Kepolisian RI, serta Kementerian Hukum dan HAM.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter Kaban, berpendapat seharusnya pembentukan Satgas TPPU tidak menjadi prioritas. Pemerintah semestinya memperbaiki dan meningkatkan fungsi-fungsi penegak hukum. "Jawabannya bukan dengan membentuk satgas, melainkan lewat komunikasi dan koordinasi yang lebih baik," kata dia.

Menurut Lalola, Satgas TPPU tak akan menghasilkan hal substantif. Ia justru menilai keberadaan satgas ini hanya gimmick pemerintah atas skandal transaksi keuangan janggal tersebut. 

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menepis anggapan tersebut. Ia mengatakan Satgas TPPU baru dibentuk dan akan bekerja hingga akhir tahun ini. "Ini kan baru dibentuk, jadi mari awasi bersama. Beri masukan dan kritik agar kita semua terlibat," katanya.

Yustinus menuturkan pembentukan Satgas TPPU ditujukan untuk kepentingan supervisi dan evaluasi. Lalu penegak hukum ikut terlibat sebagai tindak lanjut secara teknis nantinya. 

Dia pun mengibaratkan Satgas TPPU sebagai satu lokomotif yang di dalamnya terdapat berbagai perwakilan kementerian dan lembaga negara. Dalam satu lokomotif, mereka dapat bekerja lebih cepat, baik untuk berkoordinasi maupun kerja kolaboratif. 

ANDI ADAM FATURAHMAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus