Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO , Makassar:Enam anak duduk melingkar. Salah satunya, Andi Aisyan, 12 tahun, membaca sebuah pertanyaan yang tertera di kartu putih. “Rina meminta pada ayah dan ibunya untuk merayakan ulang tahunnya ke-12 dengan makan di restoran mewah bersama teman sekelas. Tapi, karena sebentar lagi akan lulus SD, kedua orang tuanya menyarankan untuk merayakan di rumah saja.”
Selanjutnya, Aisyan berpikir. Matanya bergerak ke kiri dan kanan untuk mencari jawaban. Setelah merasa yakin, dia pun meletakkan kartu putih tadi pada gambar bertulisan “kesederhanaan”.
Seperti Aisyan, Aden Lutfil, 10 tahun, juga mendapat giliran. Setelah selesai, ia meletakkan kartu pada gambar yang bertulisan “kegigihan”. Tapi, karena jawaban Aden dianggap salah, ia harus mengambil salah satu kartu berwarna merah—berisi hukuman. Di kartu itu, ia mendapat tugas menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya.
Aisyan, Aden, serta empat temannya sedang bermain di sudut edukasi antikorupsi, salah satu ruang bermain yang bisa dinikmati dalam acara Festival Anak Makassar, yang digelar Mal Ratu Indah, Ahad lalu.
Permainan ini dikenal dengan sebutan “Semai”—singkatan dari sembilan nilai. Sembilan nilai yang dimaksudkan adalah kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian.
Caranya cukup sederhana. Setiap anak yang ikut bermain harus mengambil posisi duduk di depan kertas berukuran 1 x 1 meter. Di atas kertas inilah tertera sembilan nilai tadi. Setiap anak akan diberi kesempatan untuk mengambil kartu putih—berisi pertanyaan—yang ditumpuk di sebelah kiri. Lalu kartu merah berupa hukuman di sebelah kanan.
“Jika jawaban salah, peserta akan diminta mengambil kartu merah seperti yang dilakukan Aden,” kata Novati Ety Dungga, 50 tahun, salah satu fasilitator dalam permainan Semai ini.
Novati, yang juga anggota Komunitas Saya Perempuan Anti-Korupsi, mengatakan permainan Semai ini mengajarkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan sehari-hari kepada anak. Seperti kejujuran, kegigihan, dan kesederhanaan. “Nilai-nilai ini mengacu pada sikap antikorupsi.” Menurut dia, menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada anak dengan metode bermain akan lebih cepat dipahami dan dimengerti anak.
Di tempat ini, anak-anak juga ditanya tentang arti korupsi. “Korupsi itu mengambil milik orang lain,” kata Aisyan.
Ketua panitia Festival Anak Makassar, Nurfaisyah, mengatakan sengaja mengajak Komunitas Saya Perempuan Anti-Korupsi untuk memberikan pemahaman edukasi tentang antikorupsi kepada anak sejak dini. Hal ini penting karena anak-anak ini kelak akan menjadi calon pemimpin masa depan.
Festival Anak Makassar ini digelar Sobat LemINA, yang melibatkan enam komunitas pemerhati anak, yakni SIGi, Kelompok Pencinta Anak Jalanan (KPAJ), Sokola Pesisir, Komunitas Kospling, Yayasan Lentera Negeri, dan Komunitas Save Street Children.
Komunitas ini mengajak anak-anak dampingan tersebut untuk meramaikan festival ini. Tapi kegiatan ini juga terbuka untuk umum. Anda cukup mendonasikan minimal 20 ribu untuk membiayai kegiatan.
Selain sudut edukasi antikorupsi, ada stan lain, seperti sudut pameran prakarya, sudut belajar kamera lubang jarum, sudut olah barang bekas, dan sudut cipta kartu belajar. Sudut pameran prakarya terletak di sisi kiri pintu masuk SAO Eating Point. Di tempat ini ada prakarya anak-anak, seperti gelang tangan, bingkai foto dari koran bekas, serta tote bag yang terbuat dari kain kanvas.
Tengoklah di sudut belajar kamera lubang jarum. Mereka belajar menggunakan kamera lubang jarum. Lalu di sudut olah barang bekas, anak-anak diajarkan cara membuat tempat pensil dari bahan botol bekas. Hasil karyanya boleh dibawa pulang.
MUHCLIS ABDUH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini