Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghubungi pemerhati isu lingkungan, Riyanni Djangkaru, untuk menindaklanjuti unggahan soal penggunaan terumbu karang dalam instalasi Gabion atau Bronjong yang dipasang di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Menurut Riyanni, awalnya dia dihubungi staf Anies sekaligus anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI bernama Naufal Firman Yursak, Sabtu siang 24 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka merasa kaget. Lalu aku bilang substansi ini adalah bukan memojokkan secara personal karena engggak ada urusan untuk itu. Subtansinya cukup jelas adalah mengenai penggunaan terumbu karang tersebut sebagai bagian dari instalasi," kata Riyanni saat dihubungi Sabtu malam, 24 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Riyanni mengkritik langkah pemerintah DKI yang menggunakan terumbu karang dalam gabion pengganti instalasi Getih Getah itu. Kritikan itu awalnya disampaikan melalui akun Instagram pribadinya, @r_djangkaru.
Riyanni menceritakan, ia dan kawannya menyempatkan diri melihat gabion tersebut. Di lokasi, Riyanni menemukan, beragam jenis karang mati ditumpuk lalu dipasang tumbuhan di atasnya. Terumbu karang ditumpuk dalam gabion dan di bagian bawah sekitar instalasi.Dinas Kehutanan DKI memasang instalasi Gabion atau Bronjong di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, 21 Agustus 2019. Instalasi Gabion menjadi pengganti Instalasi Getih Getah yang telah dirobohkan. TEMPO/Imam Hamdi
Menurut dia, 75 persen tumpukan batu yang terlihat adalah terumbu karang mati. Dia menemukan karang otak dan jenis karang lainnya. "Pas saya mendekat kelihatan memang sebagain besar pola-pola skeleton (cangkang) karang itu terlihat cukup jelas," ucap dia. "Sayangnya kelihatannya memang terumbu karang."
Tak hanya Naufal, Kepala Dinas Kehutanan DKI Suzi Marsita juga menelepon mantan presenter Jejak Petualang itu. Suzi, lanjut Riyanni, menerima kritik dan masukan soal penggunaan terumbu karang itu.
"Secara garis besar beliau senang, merasa itu masukan yang positif, karena dirasa itu adalah bagian dari informasi yang belum terlalu dikuasai dari pihaknya," ucap Riyanni.
Suzi lantas meminta masukan apa solusi yang tepat untuk memperbaikinya. Riyanni menyarankan agar Dinas Kehutanan DKI mengajak diskusi akademis dan pakar yang memahami isu terumbu karang dalam sebuah focus group discussion (FGD). Dinas Kehutanan DKI kemudian menjadikan hasil diskusi itu sebagai rujukan membuat standar operasional prosedur (SOP) dalam memilih jenis material untuk proyek tertentu.
"Saya tidak tau apakah DKI memang sudah punya seperi itu aturan baku bahan-bahan yang digunakan harus apa. Jadi ketika ada proyek harusnya bisa mengikuti SOP," jelas dia.
Riyanni mempertanyakan alasan pemerintah DKI menggunakan terumbu karang yang sudah mati itu. Sebab, pemeliharaan terumbu karang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pembuatan Intalasi Gabion atau Bronjong menelan biaya Rp 150 juta. Instalasi Bronjong tersebut menjadi pengganti Instalasi Getih Getah yang telah dirobohkan pada 17 Juli lalu.